Bisnis.com, JAKARTA -- PT Indofarma (Persero) Tbk, emiten BUMN farmasi, tidak mengubah rencana kerja perusahaan sekalipun nilai tukar rupiah meleset jauh dari asumsi yang dipakai perseroan pada awal tahun.
Sekretaris Perusahaan PT Indofarma (Persero) Tbk. Yasser Arafat mengatakan perseroan tetap mengejar target penjualan dan laba bersih masing-masing Rp1,7 triliun dan Rp30 miliar.
Padahal, kurs rupiah sudah melewati asumsi perseroan Rp12.500 per dolar Amerika Serikat sekaligus melampaui level uji ketahanan (stress test) Rp14.000 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah di pasar spot kemarin ditutup di level psikologis baru, yakni Rp14.049 per dolar AS, melemah 0,78% dari penutupan sehari sebelumnya, menurut Bloomberg Dollar Index. Adapun kurs tengah Bank Indonesia, menurut the Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), ditutup Rp13.998 per dolar AS, terdepresiasi 0,74%. Selama tahun berjalan, rupiah melemah hampir 12%.
"Bahan baku memang sebagian besar kami impor, tetapi kami sudah persiapkan bahan baku sejak kurs ada di level Rp12.000-an," kata Yasser, Senin (24/8).
Manajemen yakin target bisa tercapai meskipun emiten BUMN berkode saham INAF itu masih merugi Rp23,81 miliar pada semester I/2015 sejalan dengan pembengkakan beban pokok penjualan meskipun pendapatan meroket.
Pendapatan bersih semester lalu tercatat Rp462,78 miliar, naik 19,37% dari periode sama tahun sebelumnya. Bersamaan dengan itu, beban pokok penjualan melonjak 20,71% (year on year) menjadi Rp327,78 miliar.
Yasser menuturkan kerugian selama paruh pertama tahun ini akan ditutup oleh pendapatan dari tender obat generik dan alat kesehatan pemerintah yang direalisasikan pada paruh kedua.
"Proyeksi pendapatan yang kami rencanakan di semester I memang mundur ke semester II sehingga kami tidak mencapai target ketika itu," ungkapnya.
Di sisi lain, depresiasi rupiah justru tidak berpengaruh terhadap penjualan ekspor perseroan karena pasar luar negeri INAF yang belum luas. Sejauh ini, INAF baru mengapalkan obat resep (ethical) dan obat bebas (over the counter) ke Timur Tengah dan Asia Tenggara.
Alhasil, raihan penjualan ekspor pada semester I/2015 hanya Rp8,22 miliar atau 1,78% dari total penjualan bersih.
"Sulit untuk perluas pasar ekspor karena kami harus harus daftarkan dulu di negara tujuan. Sejauh ini kami baru menyasar negara-negara yang mudah peraturannya," jelas Yasser.