Bisnis.com, SHANGHAI – Harga tembaga menanjak sebesar 10,52% dalam seminggu terakhir setelah beberapa tambang tembaga di Indonesia dan Chili terganggu. Namun, harga tembaga diprediksi masih bisa goyah oleh pasokan global yang masih melimpah.
Harga tembaga memulai tren penguatan pada 18 Maret saat berada di level US$5.670 dan terus melonjak sebesar 10,52% sampai perdagangan kemarin di level US$6.267.
Pada perdagangan hari ini sampai pukul 17:06 WIB, harga tembaga tiga bulan di London Metal Exchange (LME) naik 2,31% menjadi US$6.267 per metrik ton, sedangkan harga tembaga berjangka di New York Commodity Exchange (COMEX) naik 1,99% menjadi US$2,84 per pon atau US$6.248 per ton.
Fang Junfeng, analis Shanghai Cifco Futures Co., mengatakan harga tembaga didukung oleh revisi ekspektasi pasokan tembaga setelah tambang tembaga di Chili, negara produsen tembaga terbesar dunia ditutup karena dilanda hujan deras berkepanjangan.
“Lalu, pasar tembaga di belahan bumi utara juga mulai memasuki musim puncak konsumsi yang bisa mengikis banjir pasokan,” ujarnya seperti dilansir Bloomberg pada Kamis (26/3).
Pada pekan ini, hujan deras di Chili membuat Tambang Candelaria, Michilla, dan Centinela terpaksa ditutup. Sementara itu, tambang terbesar di Chili, Los Pelambres masih terus beroperasi.
Penghentian sementara produksi tembaga di Chili diperkirakan memangkas produksi negara itu sebesar 25.000 ton sampai 30.000 ton.
Tapi, BMO Capital Market Research pesimis harga tembaga akan terus terkerek ke level lebih tinggi terkait gangguan produksi tembaga di Chili tersebut.
Harga tembaga mungkin bisa terangkat lebih jauh bila ada kejadian lebih serius dibandingkan dengan sekedar menghentikan sementara produksi.