Bisnis.com, JAKARTA - Euro merosot di level US$1,055, untuk pertama kalinya dalam 12 tahun setelah Bank Sentral Eropa (European Central Bank/ECB) memberikan stimulusnya.
Kondisi itu berbanding terbalik dengan pasar saham yang menunjukkan respons positif.
Berdasarkan data Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (Organisation for Economic Cooperation & Development/OECD), euro menjadi pecundang di antara pasar negara maju. Mata uang yang digunakan oleh 19 negara itu anjlok hingga 22%.
“Euro mulai terlihat murah saat ini,” kata Roger Hallam, Chief Investment Officer (CIO) di JPMorgan Asset Management.
Dia menambahkan, program pembelian aset akan terus membuat euro melemah dalam waktu dekat.
Euro tergelincir sebanyak 0,5% menjadi US$1,0495 pada Kamis (12/3/2015) dan merupakan level terendah sejak Januari 2003.
Tidak hanya melemah terhadap dolar Amerika Serikat, mata uang utama Zona Euro itu juga turun 0,2% menjadi 127,79 yen pada pukul 1.08 a.m waktu Tokyo setelah sehari sebelumnya anjlok 1,2%.
Hingga tahun ini, euro telah melemah sebesar 13%. Padahal, masih tiga minggu lagi kuartal pertama berakhir. Pada saat krisis 2008 silam, penurunan pada kuartal tiga hanya sebesar 10,6%.