Bisnis.com, JAKARTA -- Seiring dengan penurununan margin bersih, laba bersih PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. pada 2014 turun tipis 0,9% dibanding 2013.
Emiten ritel dengan kode AMRT tersebut mencatatkan laba bersih 2014 sebesar Rp533,54 miliar, turun tipis dari Rp538,35 miliar.
Sebaliknya, pendapatan AMRT tumbuh 19,7% dari Rp34,9 triliun menjadi Rp41,77 triliun. Lalu, laba kotor perseroan juga tumbuh 21,4%, dari Rp6,32 triliun menjadi Rp7,67 triliun.
Walaupun begitu, beban pokok penjualan perseroan juga naik mengikuti kenaikan pendapatan, sekitar 19,32%. Pada 2013, beban pokok mencapai Rp28,58 triliun, sedangkan pada 2014 sebesar Rp34,1 triliun.
Beban usaha AMRT tumbuh 13,38%, dari Rp706,27 miliar menjadi Rp800,8 miliar. Lalu, beban penjualan juga naik 22,87% dari Rp4,85 triliun menjadi Rp5,96 triliun. Kenaikan tinggi sebesar 61,88% juga terjadi pada beban keuangan perseroan, menjadi Rp466,5 miliar.
Karena pertumbuhan pendapatan belum bisa mengimbangi peningkatan beban yang ada, margin bersih perseroan mengalami penurunan. Pada 2013 margin bersih AMRT sebesar 1,54%, turun menjadi 1,27% pada tahun lalu.
Saat ditanyakan mengenai pengaruh kenaikan upah pegawai, biaya transportasi dan listrik pada tahun lalu yang membuat kenaikan beban perseroan, Corporate Affairs Director AMRT Solihin membenarkan.
"Semuanya memberikan pengaruh. Di luar itu, kenaikan penjualan juga berpengaruh. Secara lebih rinci berapa besar pengaruhnya, saya belum bisa informasikan," ujarnya dalam pesan singkat, Senin (9/3).
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Pudjianto mengatakan pasar ritel pada tahun lalu tidak terlalu bagus, dan masih berlanjut hingga kuartal pertama tahun ini.
Pudjianto yang juga menjabat sebagai Komisaris AMRT tersebut mengatakan banyak hal yang memengaruhi pasar ritel pada tahun lalu, termasuk kondisi daya beli masyarakat yang semakin tertekan akibat kenaikan harga yang terjadi.
Dia menuturkan, sebelum harga bahan bakar minyak mengalami kenaikan, harga barang sudah mengalami kenaikan lebih dulu. Kemudian, terdapat kebijakan baru pemerintah yang cukup memberatkan bisnis ritel.
"Selain itu, ada perubahan dari pola belanja masyarakat yang tidak lagi fokus pada kebutuhan pokok. Masyarakat banyak mengeluarkan uangnya untuk kebutuhan transportasi, komunikasi, dan rekreasi. Sementara untuk kebutuhan pokok tidak berkembang," katanya.
Menurutnya, kenaikan penjualan yang terjadi pada bisnis ritel sepanjang tahun lalu lebih disebabkan kenaikan harga jual yang membuat besaran pendapatan menjadi tumbuh. Padahal, sambungnya, dari sisi volume penjualan masih cenderung serupa.
"Untuk tahun ini kemungkinan bisa tumbuh pada semester kedua, karena dipacu pertumbuhan permintaan saat lebaran. Saya rasa pemerintah dan swasta perlu berbicara untuk membahas kondisi saat ini," tambahnya.