Bisnis.com, JAKARTA -- Penurunan BI rate menjadi 7,5% dinilai memberi andil terhadap perlemahan rupiah sejak pekan lalu, di samping karena sentimen testimoni Gubernur the Federal Reserve Janet Yellen tentang kebijakan suku bunga.
Ekonom Universitas Indonesia M. Chatib Basri mengatakan pengaruh faktor eksternal itu terbaca pada depresiasi yang juga dialami oleh sebagian besar mata uang Asia. Meskipun demikian, rupiah terpuruk paling dalam.
Pergerakan rupiah ini pun menjadi anomali di tengah apresiasi sebagian besar mata uang negara yang masuk basket the Fragile Five. Rupee India, Selasa (24/2/2015), tercatat menguat 0,18% terhadap dolar AS, real Brasil 0,47%, rand Afrika Selatan 0,34%, dan lira Turki stagnan.
"Di sini ada faktor domestik, karena penurunan bunga memicu perlemahan rupiah," kata Chatib saat dihubungi, Selasa (24/2/2015).
Penurunan suku bunga mengurangi imbal hasil di pasar keuangan yang dapat memicu investor menarik dananya keluar. Mantan menteri keuangan ini melihat, saat ketidakpastian eksternal beriringan dengan prospek penurunan return di Indonesia, perlemahan rupiah bisa lebih tajam.
Sementara itu, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengisyaratkan kesengajaan bank sentral melemahkan rupiah melalui pelonggaran moneter untuk memperbaiki kinerja perdagangan.
"Rupiah yang kompetitif telah berhasil menurunkan defisit transaksi berjalan," ujarnya.
Mirza melihat depresiasi rupiah sejauh ini masih normal. BI, tuturnya, tetap berada di pasar agar volatilitas rupiah terkendali.