Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri karet meyakini harga komoditas itu akan kembali ke tren positif menyusul mulai pulihnya perekonomian global.
Asril Sutan Amir, Penasihat Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (GAPKINDO) mengatakan 90% karet dimanfaatkan untuk produksi ban, dan negara pemakai beberapa bulan terakhir cenderung mencari harga termurah karena pelambatan ekonomi global.
“Permintaan untuk karet itu ada, apalagi sekarang perekonomian China, AS maupun regional Asia Pasifik mulai pulih,” ujarnya saat dihubungi Bisnis.com, Rabu (12/11).
Harga karet di bursa Tocom untuk kontrak Januari 2015, seperti dikutip Bloomberg, hari ini dibuka sudah menguat 0,51% ke 195,3 yen/kg bila dibandingkan dengan penutupan pada Selasa (11/11) yang terhenti di level 194,3 yen/kg.
Pada pukul 09.56 WIB atau sekitar 11.56 waktu Tokyo hari ini, harga komoditas itu makin melejit 1,8% ke 197,8 yen/kg. Pada Jumat (7/11), kenaikan harga karet bahkan sempat menyentuh 3,55%.
Asril berpendapat, harga karet di pasar fisik kini berkisar US$1,6/kg atau sekitar Rp19.000/kg, yang sebenarnya kurang ideal bagi para petani komoditas itu.
Dia menjelaskan kadar karet kering para petani Indonesia hanya 30%. Dengan demikian mereka hanya mendapatkan sekitar Rp57.000 jika menyadap 10 kg karet, dan masih harus dibagi dengan para pemilik lahan.
“Jumlah itu tidak cukup untuk membeli beras, sehingga mereka akhirnya memilih pekerjaan lain, dan akhirnya penyadap karet berkurang. Idealnya, harga karet memang US$2,5/kg, bahkan kalu bisa US$3,5/kg".
Dia berharap pemerintah melalui kementerian terkait segera serius memperhatikan nasib petani karet lokal sehingga tercapai harga yang ideal di pasar.