Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KINERJA EMITEN PERKEBUNAN: Keuntungan Bersih 14 Emiten Kebun Menggunung

Keuntungan bersih 14 emiten perkebunan mulai menggunung pada triwulan III/2014 dengan membukukan pendapatan rata-rata 55,76% secara tahunan, sedangkan satu emiten tercatat harus menaguk kemerosotan kinerja laba bersih.
Bursa Efek Indonesia/Bisnis
Bursa Efek Indonesia/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA--Keuntungan bersih 14 emiten perkebunan mulai menggunung pada triwulan III/2014 dengan membukukan pendapatan rata-rata 55,76% secara tahunan, sedangkan satu emiten tercatat harus menaguk kemerosotan kinerja laba bersih.

Dari data laporan keuangan yang dicatat Bisnis, Minggu (2/11/2014), PT Sampoerna Agro Tbk. menjadi jawara sebagai emiten perkebunan dengan peningkatan laba bersih tertinggi mencapai 913,17%. SGRO tercatat meraup laba Rp310,84 miliar per 30 September 2014 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp30,68 miliar.

Sebaliknya, PT Multi Agro Gemilang Plantation Tbk. harus menelan pil pahit akibat membukukan rugi bersih yang cukup tinggi menjadi Rp26,2 miliar pada kuartal III/2014. Padahal, setahun sebelumnya, MAGP masih meraup laba bersih sebesar Rp1,1 miliar.

Kendati demikian, MAGP justru menjadi emiten perkebunan yang berhasil meraup pertumbuhan pendapatan tertinggi mencapai 257,14%. Hingga kuartal III/2014, MAGP membukukan pendapatan Rp100 miliar, dari sebelumnya Rp28 miliar.

Pada sisi lain, PT Austindo Nusantara Jaya Tbk. menjadi posisi buncit dalam perolehan pertumbuhan pendapatan yakni mencapai 11,4% year on year. Tahun ini, ANJT meraup pendapatan US$114,3 juta dari periode yang sama tahun lalu US$102,6 juta.

Dari 15 emiten perkebunan yang tercatat di pasar modal, dua diantaranya belum melaporkan kinerja keuangan per kuartal III/2014 hingga Minggu (2/11). Keduanya adalah PT BW Plantations Tbk. (BWPT) dan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk. (SSMS).

Direktur Utama Sampoerna Argo Ekadharmajanto Kasih mengumumkan perseroan berhasil membukukan laba bersih yang melesat hingga 913,11% per kuartal III/2014. Laba bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk melonjak tajam menjadi Rp310,8 miliar dari periode yang sama tahun lalu Rp30,68 miliar.

Penjualan SGRO tercatat melonjak tajam menjadi Rp2,48 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp1,44 triliun. Laba kotor tercatat mengalami peningkatan menjadi Rp704,1 miliar dari sebelumnya Rp248,9 miliar.

Menurutnya, peningkatan penjualan terutama didukung oleh kontribusi penjualan minya kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan minyak kernel yang tercatat lebih besar menjadi Rp2,36 triliun atau 95% dari total penjualan.

"Sebagai kontributor terbesar, CPO mengalami peningkatan harga jual rata-rata dan volume penjualan masing-masing sebesar 29% dan 34%," ungkapnya akhir pekan lalu.

Kontribusi produk kernel, tercatat juga meningkat akibat naiknya harga jual rerata sebesar 65% dan volume penjualan 25%. Produksi tandan buah segar (TBS) juga tercatat melonjak 46% y-o-y, menjadi 1,17 ton dari sebelumnya 804.341 ton. Produksi CPO milik SGRO juga tercatat meningkat 55% dari 158.863 ton menjadi 245.573 ton per 30 September 2014.

Emiten perkebunan milik Group Astra, PT Astra Agro Lestari Tbk. pada kuartal III/2014 membukukan lonjakan laba bersih hingga 106,92% menjadi Rp1,88 triliun pada kuartal III/2014 dari sebelumnya Rp910 miliar tahun lalu.

Pendapatan bersih AALI mencapai Rp11,75 triliun, meningkat signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp8,32 triliun. Laba kotor AALI tercatat juga mengalami peningkatan menjadi Rp3,68 triliun dari sebelumnya Rp2,31 triliun.

Akan tetapi, dalam laporan keuangan, AALI mengumumkan terjadi kenaikan pinjaman bank sebesar Rp892 miliar per kuartal III/2014. Rudy, Direktur Astra Agro Lestari mengungkapkan, pada laporan keuangan konsolidasian per 30 September 2014, total liabilitas perseroan mengalami kenaikan Rp2,26 triliun.

"Kenaikan 48% dibanding dengan total liabilitas laporan keuangan auditan konsolidasian per 31 Desember 2013," ujarnya secara terpisah.

Kenaikan terutama pada akun pinjaman bank sebesar Rp892 miliar, akun utang usaha sebesar Rp425 miliar, akun liabilitas lain-lain sebesar Rp397 miliar dan akun akrual sebesar Rp337 miliar.

Dari sisi produksi, AALI berhasil meraup kenaikan produksi CPO sebesar 19,3% dari 1,03 juta ton menjadi 1,29 juta ton per kuartal III/2014. Harga jual rata-rata CPO AALI juga meningkat 24% y-o-y menjadi Rp8.474/Kg.

Berikutnya, PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk. mengklaim produksi CPO meningkat 21,5% menjadi 330.641 ton.

Benny Tjoeng, Direktur Utama LSIP, mengatakan peningkatan produksi CPO pada kuartal III/2014 tersebut terjadi bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 272.156 ton.

Produksi inti sawit LSIP tercatat meningkat 26,2% per 30 September 2014 menjadi 80.921 ton. Pada periode yang sama, produksi tandan buah segar (TBS) inti yang dipanen meningkat 16,5% menjadi 1,01 juta ton dari 867.564 ton.

Adapun, produksi minyak kelapa sawit mentah CPO PT Salim Ivomas Pratama Tbk. mengalami lonjakan 25% sepanjang 9 bulan 2014 menjadi 707.000 ton dari sebelumnya 565.000 ton.

Direktur Utama SIMP Mark Julian Wakeford mengatakan penjualan yang diperoleh perseroan pada kuartal III/2014 tercatat mencapai Rp10,77 triliun, naik 13% dari periode sebelumnya Rp9,53 triliun.

"Peningkatan penjualan terutama disebabkan oleh peningkatan volume penjualan minyak goreng dan margarin bermerek serta harga jual rata-rata produk sawit dan produk minyak dan lemak nabati," ungkapnya.

Volume penjualan CPO tercatat meningkat tipis 6% menjadi 669.000 ton pada periode Januari-September 2014 dibandingkan periode yang sama tahun lalu 628.000 ton. Peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan produksi CPO SIMP.

Ben Santoso, Analis DBS Vickers Securities, mengatakan dari sisi industri, sepanjang tahun ini, emiten perkebunan kelapa sawit masih akan menikmati peningkatan volume dan harga. Dari Malaysia, terpantau volume dan harga CPO masih terus tumbuh hingga akhir tahun.

"Namun perlu dilihat, dari harga mulai turun di bulan Agustus. Jadi kemungkinan besar akan ada beberapa perusahaan yang pada kuartal III-IV akan lebih rendah secara kinerja dari sebelumnya," tuturnya saat dihubungi Bisnis.

Perkiraan kekeringan yang terjadi pada September-Oktober hingga November akan berakibat pada produksi emiten perkebunan. Bila kekeringan terjadi, maka produksi akan mundur dan berdampak pada tahun-tahun berikutnya.

Dampak terbesar akibat kekeringan, menurutnya akan terasa pada 6 bulan ke depan. Dia memerkirakan akan terjadi penurunan imbal hasil yang dibukukan oleh emiten-emiten perkebunan. "Elnino belum muncul, kalau terjadi tentu efeknya akan lebih dalam," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sukirno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper