Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

HARGA MINYAK KELAPA SAWIT: CPO Masih Dibayangi Sentimen Negatif

Minyak sawit mentah (CPO) masih diliputi sentimen negatif. Analis menilai proyeksi harga 2.900 ringgit bakal sulit tercapai, terutama jika dampak El-Nino tak separah dugaan pasar.
Tandan buah segar/Bisnis.com
Tandan buah segar/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Minyak sawit mentah (CPO) masih diliputi sentimen negatif. Analis menilai proyeksi harga 2.900 ringgit bakal sulit tercapai, terutama jika dampak El-Nino tak separah dugaan pasar.

Analis Senior dari PT Monex Investindo Futures Zulfirman Basir mengatakan proyeksi tersebut harusnya direvisi. "2.900 masih terlalu tinggi, direvisi turun ke 2.700 ringgit [per ton]," katanya saat dihubungi Bisnis, Selasa (3/6/2014).

Dalam sepekan ini dia memprediksi CPO akan bergerak pada kisaran 2.330 ringgit--2.450 ringgit per ton di Bursa Malaysia Derivatives (BDM). Hingga perdagangan Selasa sore, kontrak CPO untuk pengiriman Agustus terkoreksi 23 poin menjadi 2.393 ringgit (Rp8,75 juta) per ton.

Secara terpisah, Wakil Direktur Utama PT Sinar Mas Agro Resources dan Technology Tbk. (SMART) Budi Wijana mengatakan harga CPO dalam waktu dekat ini tampaknya memang akan melemah. "Minggu ini kayaknya akan terkoreksi krn India menerapkan bea masuk," katanya.

Melansir pemberitaan dari Bloomberg, pemerintah baru India yang dipimpin oleh Narendra Modi didesak untuk menaikkan pajak impor untuk CPO menjadi 5% dan produk olahannya menjadi 20%.

Terkait hal itu Zulfirman menilai kenaikan bea masuk punya dampak buruk pada harga CPO. "Kalau memang dinaikkan itu akan membuat produk CPO lebih mahal, kalau lebih mahal jadi bisa berkurang, padahal India adalah konsumen nomor 1," papar Zulfirman.

Pada Januari, India menaikkan pajak impor minyak goreng dari 7,5% menjadi 10%. Langkah itu dilakukan untuk melindungi pabrik pemurnian dan petani lokal dari serbuan impor produk asal Indonesia dan Malaysia.

Sentimen negatif juga datang dari rilis data China yang cenderung mixed. Purchasing Managers' Index (PMI) HSBC Holdings Plc. and Markit Economics selama Mei tercatat di level 49,4 atau di bawah konsensus analis, yaitu 49,7. Di sisi lain data dari Intertek juga menunjukkan pertumbuhan ekspor CPO Malaysia melambat. Hal itu berarti pasokan CPO tak berkurang signifikan.

Kini, CPO banyak berharap pada perbaikan data ekonomi India dan China sebagai konsumen raksasa global. Peningkatan data berarti turut memperbaiki persepsi pasar terhadap pertumbuhan permintaan CPO dunia.

Selain itu, kata Zulfirman, pasar juga tengah menantikan keputusan European Central Bank (ECB) pekan ini. Menurutnya jika ECB menggelontorkan stimulus pada zona euro hal itu bisa jadi sentimen positif bagi CPO. Pasalnya permintaan dari Eropa mungkin saja bakal meningkat. Peningkatan permintaan jelang Ramadan juga diharapkan bisa memperbaiki harga CPO.

Perihal El Nino, Zulfirman berpendapat mestinya isu tersebut sudah mulai mengerek harga. Namun, sejauh ini beberapa negara termasuk Indonesia mengatakan dampak El Nino tak akan seburuk perkiraan pasar.

Beberapa pelaku industri mengaku sudah menyiapkan strategi untuk menghadapi cuaca kering itu, mulai dari sistem pengairan, pemupukan, dan pemanfaatan lahan dengan lebih intensif.

Commodity Weather Group LLC and AccyWeather Inc. memprediksi El Nino tahun ini tak akan terlampau kuat. Probabilitas pola El Nino lemah adalah 65% sedangkan El Nino intensitas sedang sekitar 35%.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Sepudin Zuhri

Topik

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper