Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

EMITEN BATU BARA: ATPK Resources Jajaki Kerja Sama dengan China

PT ATPK Resources Tbk. (ATPK), emiten sektor batubara, tengah menjajaki kerja sama teknologi dengan perusahaan asal China untuk menaikkan kalori batubaranya.
 Batu bara/Bisnis.com
Batu bara/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - PT ATPK Resources Tbk. (ATPK), emiten sektor batu bara, tengah menjajaki kerja sama teknologi dengan perusahaan asal China untuk menaikkan kalori batu baranya.

Sekretaris perusahaan Andreas Andy S. mengatakan dengan peningkatan kalori tersebut pihaknya berharap dapat melebarkan jangkauan pasarnya.

"Kita sedang menjajaki teknologi yang ada. [Bentuknya] ya kerja sama. Kalau bisa kita tingkatkan mungkin bisa memperluas pangsa pasar," katanya saat ditemui usai rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST), Jumat (30/5/2014).

Saat ini, kata Andreas seluruh batu bara perseroan dijual sepenuhnya pada perusahaan lokal PT Bara Jaya Utama. Perusahaan tersebut lantas mengirim batu bara kalori rendah produksi ATPK ke India. "Saat ini [kalori batu bara] cocoknya sepertinya baru di India," katanya.

Selain meningkatkan kalori, perseroan juga tengah berupaya mencari tambang batu bara berkalori tinggi. Namun, hal itu tak menjadi prioritas ATPK tahun ini.

Menurut Andreas, perseroan lebih fokus untuk menggenjot volume penjualan batu baranya, mengingat untuk tahun ini, perseroan menargetkan penjualan mencapai 3 juta ton.

Lebih lanjut Andreas menuturkan, meski belum dihitung secara terperinci dia memperkirakan volume penjualan dari awal tahun ini hingga Mei adalah sekitar 743.000 ton.

Menurutnya, saat ini permintaan batu bara di India memang melemah. Oleh karena itu perusahaan pun bersiap untuk menyesuaikan kembali target jika permintaan dari India tak kunjung membaik.

Saat ditanya soal target pendapatan, Andreas mengatakan perusahaan hanya menargetkan pertumbuhan dari segi harga batubara per ton. Dia berharap tahun ini harganya bisa naik dari harga rerata US$22,75. "Sekarang ini kan kita sudah beli alat yang selama ini enggak kita punya, kita harapkan bisa US$26 per ton," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Nurbaiti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper