Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OPEC Tolak Pangkas Produksi, Bagaimana Perkembangan Minyak Mentah Dunia?

Tiga anggota terbesar Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) menilai suplai minyak mentah global tahun depan tidak akan berlimpah meski ada kenaikan produksi Amerika Serikat dan upaya Iran dan Libia untuk kembali masuk ke pasar.

Bisnis.com, DOHA—Tiga anggota terbesar Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) menilai suplai minyak mentah global tahun depan tidak akan berlimpah meski ada kenaikan produksi Amerika Serikat dan upaya Iran dan Libia untuk kembali masuk ke pasar.

Menteri perminyakan dari Arab Saudi, Irak, dan Kuwait mengatakan OPEC—yang mendominasi 40% produksi minyak dunia—tidak akan membutuhkan pemangkasan produksi pada 2014 karena pertumbuhan permintaan dapat menyerap kelebihan minyak mentah.

Menyusul rapat OPEC di Doha, Qatar pada Minggu (22/12/2013), harga acuan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik ke rekor tertinggi dalam 2 bulan, seiring dengan melesatnya pertumbuhan kuartal III/2013 AS di atas prediksi para analis.  Minyak WTI untuk kontrak Februari naik 28 sen menjadi US$99,32 per barel di New York.

“Apakah Anda tahu mengapa WTI diperdagangkan mendekati US$100 dalam beberapa hari terakhir? Itu karena pasar ketakutan cadangan minyak akan langka dan justru bukan karena kelebihan suplai,” kata Menteri Perminyak an Saudi Ali al-Naimi.

Awal bulan ini, anggota OPEC telah menyepakati target produksi pada level 30 juta barel per hari karena pasar dinilai telah seimbang. Commerzbank AG dalam catatannya yang dilansir 10 Desember memaparkan OPEC seharusnya mengurangi produksi jika Iran dan Libya kembali ke pasar.

Robin Mills, Kepala Konsultan di Manaar Energy Consulting and Project Management di Dubai menjelaskan OPEC harus memangkas produksi jika tidak ingin harga minyak jatuh. Bahkan jika Iran dan Libia tidak kembali, OPEC tetap akan berada di bawah tekanan.

Ekspor dari Libya melambung tahun ini setelah protes pekerja dan ketegangan politik menutup tambang, kilang, dan pelabuhan.

Menteri Perminyakan Libia Abdulbari al-Arusi mengatakan negaranya akan mengupayakan pembukaan pelabuhan, bila perlu melalui pemaksaan. Penutupan tersebut telah menurunkan angka produksi negara Afrika Utara itu menjadi 250.000 barel per hari dari 1,4 juta barel per harinya pada Maret.

Sementara itu, Iran ingin menggenjot produksi hingga 4 juta barel per hari, menyusul kesepakatan program nuklir negara itu yang berujung pada pelonggaran sanksi ekonomi. Produksi Iran naik menjadi 2,65 juta barel per hari pada November.

Di lain pihak, Kuwait mengatakan OPEC tidak perlu mengubah target produksi untuk 6 bulan ke

depan karena pasar diprediksi akan tetap stabil tanpa gejolak hingga pertemuan berikutnya

pada Juni 2014.

“Akan ada kenaikan suplai dalam beberapa bulan ke depan, tapi juga akan ada kenaikan permintaan.

Tidak ada yang saling berkompetisi di sini,” kata Menteri Perminyakan Kuwait Mustafa al- Shemali.

Irak, sementara itu, berencana menggenjot kapasitas produksi tahun depan dan tahun-tahun berikutnya hingga mereka dapat menghasilkan 9 juta barel per hari pada 2020. Menurut mereka, OPEC tidak perlu memangkas produksi karena kenaikan permintaan dapat menyerap kenaikan suplai.

“Dalam 3 tahun terakhir, OPEC telah sukses menstabilkan harga dengan mempertahankan keseimbangan pasar. Hal ini akan terus berlanjut,” kata Menteri Perminyakan Irak Abdul Kareem al-Luaibi. (Bloomberg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Nurbaiti
Sumber : Bisnis Indonesia (24/12/2013)
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper