Bisnis.com, JAKARTA — Beberapa emiten properti menetapkan proyeksi yang konservatif karena gambaran kondisi ekonomi yang belum jelas pada tahun depan terkait kebijakan loan to value (LTV) dan situasi politik yang bakal memanas karena adanya pemilu.
Dari pantauan Bisnis, emiten properti dengan kapitalisasi besar yang meprediksi adanya kinerja yang stagnan atau flat adalah PT Alam Sutera Realty Tbk. dan PT Summarecon Agung Tbk.
Alam Sutera merupakan perusahaan dengan kapitalisasi pasar keenam terbesar di sektor properti. Sementara Summarecon Agung menduduki rangking empat dalam sektor tersebut.
“Melihat kondisi tahun depan yang penuh spekulasi dan makin ketatnya kebijakan di sektor properti, saya kira 2014 kinerja bakal flat,” ujar Direktur Utama Summarecon Agung Johannes Mardjuki kepada Bisnis, Rabu (4/12/2013).
Johannes mengungkapkan, dari kinerja dan pencapaian saat ini saja Summarecon merasa tidak sesuai target. Pihaknya bahkan sempat merevisi target penjualan tahun ini yang sebelumnya Rp4,5 triliun menjadi Rp4 triliun.
“Padahal hingga November nilai penjualan baru mencetak Rp3,3 triliun. Semoga saja target tahun ini bisa tercapai,” ucapnya.
Sementara Corporate Secretary Alam Sutera Hendra Kurniawan mengatakan pada tahun depan kemungkinan bakal ada penurunan. Pihaknya memprediksi maksimal kinerja bakal flat.
Pemicu proyeksi tersebut menurut Hendra karena berbagai hal, antara lain naiknya BI rate dan adanya kebanyakan LTV, ditambah lagi situasi yang ekonomi yang menurutnya masih belum jelas karena adanya pemilu.
Hendra menuturkan target penjualan hingga akhir tahun adalah sebesar Rp5,6 triliun. Adapun hingga Oktober 2013 pihaknya sudah meraup Rp4,7 triliun dari penjualan, hal itu membuat pihaknya pesimistis dalam mencapai target.
“Meski belum ada revisi target penjualan pada tahun ini, tetapi kami memperkirakan target kami bakal tidak tercapai. Paling hanya mampu di kisaran Rp5 triliun untuk penjualan tahun ini,” ungkap Hendra kepada Bisnis, Senin (2/12).
Analis saham sektor properti PT Bahana Securities Salman Fajari Alamsyah mengatakan adanya kebijakan yang pada intinya memperketat sektor properti memang digadang bakal mengganjal pertumbuhan emiten properti.
“Kalau saya lebih cenderung melihat dampak yang besar dari kebijakan pemerintah terhadap sektor properti, sementara pemilu dampaknya tidak terlalu besar,” tutur Salman kepada Bisnis, Rabu (4/12/2013).
Dia melihat adanya peraturan baru Bank Indonesia (BI) tentang LTV dan larangan inden tidak hanya bakal menekan permintaan, tetapi juga membatasi penawaran. Hal itu ditambah adanya proyeksi pada tahun depan penyaluran kredit bakal menurun.
“Secara sektoral, kami memprediksi adanya pelemahan hingga 10% terhadap marketing sales perusahaan properti pada 2014,” katanya.
Sementara untuk pencapaian laba bersih pada 2014, Salman memperkirakan perusahaan masih mampu mencetak pertumbuhan. Hal itu karena laba bersih 2014 berasal dari pencapaian marketing sales tahun ini.
“Namun laba bersih pada 2015 yang kami perkirakan bakal anjlok, karena kinerja penjualan tahun depan bakal melemah,” terangnya.