Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja sejumlah emiten badan usaha milik negara (BUMN) di sektor aviasi, farmasi, dan pertambangan diprediksi tertekan hingga akhir tahun ini seiring dengan depresiasi rupiah dan penurunan harga komoditas.
Setidaknya ada enam emiten BUMN yang bergerak di tiga sektor itu, yakni PT.Garuda IndonesiaTbk (GIAA), PT.Kimia Farma Tbk (KAEF), PT.Indofarma Tbk (INAF), PT.Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT.Bukit Asam Tbk (PTBA), dan PT.Timah Tbk (TINS).
Bahkan, tekanan terhadap keenam perusahaan pelat merah itu telah terlihat pada kinerja paruh pertama tahun ini. Contohnya, rugi bersih Garuda makin membengkak 221,3% menjadi Rp123,06 miliar, kinerja Indofarma anjlok menjadi rugi Rp9,3 miliar, laba bersih Timah turun 59,1% menjadi Rp137,6 miliar, laba Bukit Asam turun 44,06% menjadi Rp870,12 miliar, dan laba bersih Kimia Farma turun 47,1% menjadi Rp42,79 miliar.
Kepala Riset PT MNC Securities Edwin Sebayang menuturkan penurunan kinerja sejumlah emiten BUMN itu diproyeksikan tetap berlanjut hingga akhir tahun ini.
“Depresiasi rupiah menyebabkan biaya bahan bakar Garuda Indonesia makin mahal,” katanya kepada Bisnis, Minggu (1/9/2013).
BUMN pertambangan diprediksi belum mampu memperbaiki kinerjanya karena harga komoditas yang belum stabil. Namun, Edwin melihat emiten BUMN yang fokus di pasar domestik tetap menunjukkan pertumbuhan signifikan selama paruh pertama ta hun ini, meski nilai tukar rupiah terus melemah.
“Secara total memang kelihatan sekali, emiten yang berbasis di dalam negeri mendorong total kinerja BUMN sehingga agak menguat, meski tipis,” tuturnya.
Selengkapnya baca: http://epaper.bisnis.com/index.php/ePreview?IdCateg=201309023313#