Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Moody's Turunkan Peringkat Industri Baja Asia jadi Negatif

Bisnis.com, JAKARTA—Lembaga pemeringkat Moody’s merevisi outlook industri baja Asia dari stabil menjadi negatif.

Bisnis.com, JAKARTA—Lembaga pemeringkat Moody’s merevisi outlook industri baja Asia dari stabil menjadi negatif.

Analis sekaligus Assistant Vice President Moody’s Jiming Zou mengatakan proyeksi negatif itu disebabkan menurunnya laba industri baja di Daratan Asia beberapa kuartal ini. Bahkan, kondisi itu akan berlanjut hingga lebih dari 12 bulan ke depan.

Menurutnya, permintaan produk baja dipastikan akan menurun pada paruh kedua tahun karena diperparah oleh kelebihan stok dan pertumbuhan ekonomi China yang terus melambat.

“Kalangan industri akan menghabiskan stok mereka terlebih dahulu karena permintaan yang melemah sehingga menyebabkan suplai produk di pasar Asia akan sedikit melemah. Kondisi tersebut sangat menekan kinerja manufaktur baja di kawasan Asia itu sendiri,” kata Zou dalam riset yang dikutip Bisnis, Selasa (13/8/2013).

Moody's memproyeksikan permintaan baja di Asia hanya akan tumbuh di kisaran 2%—3% dalam 12 bulan ke depan hingga Juni 2014.

Menurutnya, proyeksi tersebut turun signifikan bila dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan industri secara tahunan (compound annual growth rate/CAGR) periode 2000—2010 sebesar 16%.

Faktor utama outlook negatif itu adalah Pemerintah China mengurangi anggaran untuk pembangunan infrastruktur dan konstruksi serta pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sedang turun.

Data Asosiasi Baja Dunia (World Steel Association/WSA) menunjukkan China berkontribusi lebih dari 70% terhadap total konsumsi dan produksi baja di Daratan Asia.

Produksi baja di Negeri Tirai Bambu itu tercatat 64,7 juta ton selama Juni 2013 atau turun 3,5% dari produksi bulan sebelumnya sebesar 67 juta ton yang menjadi rekor tertinggi.

“Stok yang berlebih membuat industri mengurangi produksinya. Pengurangan produksi itu dinilai tidak cukup guna menyeimbangkan permintaan dan suplai produk,” tuturnya.

Kondisi serupa juga dialami produsen baja Korea Selatan karena tidak seimbangnya suplai produk dan permintaan. Kondisi tersebut membuat ekspansi kapasitas oleh produsen lokal menjadi terhambat.

Meskipun demikian, industri baja di Jepang dinilai masih lebih baik karena faktor pelemahan mata uang yen terhadap dollar Amerika Serikat yang malah berpengaruh positif terhadap kinerja industri baja negara itu.

Penyebab lain stabilnya industri Jepang adalah kondisi makroekonomi Negeri Matahari Terbit itu bisa dikendalikan.

Tak hanya di China, Korea Selatan, dan Jepang, kondisi regional tersebut juga dikhawatirkan akan membuat kinerja PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) terkoreksi.

Kendati begitu, produsen baja pelat merah itu berharap kondisi ekonomi global segera pulih tahun ini sehingga berpengaruh pada perbaikan harga baja dan kinerja perseroan.

Direktur Utama Krakatau Steel Irvan Kamal Hakim menuturkan produksi dan permintaan produk baja nasional tumbuh sekitar 7%—8% per tahun, tetapi itu tidak diimbangi dengan pertumbuhan nilai penjualan.

“Kondisi ekonomi global yang masih sedang sakit menjadi kata kunci di industri baja saat ini,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Herdiyan
Editor : Ismail Fahmi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper