AKHIR bulan lalu, produsen barang konsumen bermerek di bawah kendali Grup Salim itu bergerak cepat menguji peruntungannya di industri minuman. Indofood CBP telah merampungkan akuisisi produsen minuman pepsi-cola, PT Pepsi -Cola Indobeverages senilai US$30 juta.
Akuisisi itu dilakukan anak usahanya PT Indofood Asahi Sukses Beverage dan PT Asahi Indofood Beverage Makmur. Langkah konsolidasi itu mewakili pembelian masing-masing 15.000 dan 264,11 juta saham milik Pepsi-Cola.
Transaksi itu bisa jadi bagian dari strategi jangka panjang perseroan untuk mengejar target peningkatan kontribusi divisi minuman. Ke depan, persaingan tentu tak mudah karena pasar diramaikan nama besar lainnya dengan brand equity yang telah lama teruji.
Indofood tentu ingin membangunkan eksistensi Pepsi-Cola yang sempat tertidur pulas, tergerus oleh menjamurnya debutan yang lebih agresif berpromosi.
Di sisi lain, Indofood juga punya kepentingan melakukan penyegaran di tubuh Pepsi-Cola karena masih memiliki ‘ikatan darah’. Pepsi-Cola merupakan perusahaan patungan antara PT Gapura Usahatama dengan Seven-Up Nederland BV. Seven-Up ialah perusahaan afiliasi Pepsi Co Inc, sedangkan Gapura merupakan salah satu unit usaha Grup Salim.
Analis PT Mandiri Sekuritas Herman Koeswanto menilai akuisisi Pepsi-Cola dapat membantu perseroan mencapai pertumbuhan penjualan divisi minuman dua digit. Namun, hingga akhir tahun, dia menilai penetrasi itu hanya membantu sokongan pendapatan tak lebih dari 4% dari total penjualan.
Menurutnya, ketergantungan terhadap penjualan mi instan masih tergolong dominan. Tahun lalu, divisi mi instan berkontribusi 69% dari capaian pendapatan konsolidasi segmen usaha senilai Rp21,57 triliun. Artinya, pengaruh divisi mi instan begitu melar di tubuh perseroan.
Belum lagi, sejumlah produk minuman yang dibesut Indofood dinilai tak punya kemampuan bersaing dalam perang harga sehingga kerap sulit mencuri preferensi konsumen.
“Indofood pernah punya pengalaman pahit karena menerima banyak kekalahan dari persaingan harga dengan Grup Wings sepanjang 2005-2007. Pada periode itu EBIT (laba sebelum beban pajak dan bunga utang) perseroan anjlok 2%-4%,” tulis Herman dalam risetnya.
Baca selengkapnya: http://epaper.bisnis.com/index.php/ePreview?IdCateg=201307233415#