Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

MNC Sekuritas: Pelemahan Rupiah Dorong Pelemahan SUN

MNC Sekuritas memperkirakan harga Surat Utang Negara (SUN) masih berpotensi untuk mengalami penurunan pada perdagangan Selasa (11/12/2018), di tengah potensi berlanjutnya pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA -- MNC Sekuritas memperkirakan harga Surat Utang Negara (SUN) masih berpotensi untuk mengalami penurunan pada perdagangan Selasa (11/12/2018), di tengah potensi berlanjutnya pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
 
Kepala Divisi Riset Fixed Income MNC Sekuritas I Made Adi Saputra mengatakan penurunan harga juga didukung oleh indikator teknikal yang menunjukkan bahwa SUN bergerak pada tren penurunan harga. 
 
Minimnya data ekonomi domestik yang disampaikan pada pekan ini akan mendorong investor untuk lebih fokus pada sentimen eksternal, seperti pergerakan di pasar keuangan global maupun data ekonomi global yang akan disampaikan dalam sepekan ke depan.
 
"Dengan masih adanya potensi penurunan harga, maka kami sarankan kepada investor untuk tetap mencermati arah pergerakan harga SUN serta pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS," paparnya dalam riset harian, Selasa (11/12). 
 
Adanya koreksi harga yang terjadi dalam sepekan terakhir mendorong kenaikan imbal hasil SUN sehingga cukup menarik untuk kembali diakumulasi, terutama pada SUN tenor pendek dan menengah seperti seri FR0061, FR0043, FR0063, FR0070, FR0056, serta FR0059. 
 
"Untuk tenor panjang, kami menyarankan beberapa seri berikut ini untuk diakumulasi apabila kembali mengalami penurunan (Buy On Weakness), yaitu FR0073, FR0054, FR0058, FR74, dan FR0068," lanjut Made.
 
Pada perdagangan Senin (10/12), imbal hasil SUN masih menunjukkan kenaikan seiring dengan kembali melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Peningkatan imbal hasil yang terjadi hingga mencapai 22 bps dengan rata-rata kenaikan sebesar 10 bps. 

Kemarin, rupiah ditutup melemah 73 pts atau 0,5% ke level Rp14.553 per dolar AS setelah bergerak melemah sepanjang sesi perdagangan, di kisaran Rp14.497,5-Rp14.553 per dolar AS. Pelemahan ini terjadi di tengah tertekannya mata uang regional terhadap dolar AS.

Rupee India (INR) memimpin pelemahan mata uang regional sebesar 0,82%, diikuti oleh Won Korea Selatan (KRW) yang terkoreksi 0,63%, dan Yuan China (CNY) 0,57%.
 
Dari sisi harga, kenaikan yield didorong oleh adanya koreksi harga di pasar sekunder yang mencapai 170 bps, di mana penurunan harga yang cukup besar terjadi pada SUN bertenor di atas 10 tahun. 
 
Imbal hasil SUN bertenor pendek naik hingga 15 bps, didorong penurunan harga yang mencapai 40 bps. Sementara itu, yield SUN tenor menengah naik 10-16 bps dengan penurunan harga mencapai 70 bps. 
 
Adapun imbal hasil SUN tenor panjang naik 22 bps setelah mengalami penurunan harga hingga 170 bps. 
 
Untuk SUN seri acuan, kenaikan yield yang terjadi mencapai 14 bps dengan didorong oleh koreksi harga yang mendekati 100 bps. 
 
Imbal hasil SUN seri acuan dengan tenor 5 tahun meningkat 14 bps ke level 8,06%, sedangkan untuk tenor 10 tahun naik 7 bps ke level 8,07%. SUN seri acuan tenor 15 tahun, naik 5 bps ke level 8,193%, sedangkan untuk tenor 20 tahun meningkat 11 bps ke level 8,43%. 

Selain itu, gejolak yang terjadi di pasar keuangan global seiring dengan koreksi yang terjadi di pasar saham global mendorong meningkatnya persepsi risiko yang tercermin pada kenaikan angka Credit Default Swap (CDS). Hal tersebut turut berdampak terhadap penurunan harga SUN di tengah investor asing yang tercatat melakukan penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. 
 
Berdasarkan data kepemilikan SBN yang dapat diperdagangkan, hingga Jumat (7/12), investor asing tercatat melakukan penjualan bersih senilai Rp2,05 triliun dengan total kepemilikan sebesar Rp898,54 triliun pada Desember 2018.
 
Dari perdagangan SUN berdenominasi dolar AS, perubahan tingkat imbal hasil cenderung terbatas dengan arah perubahan yang cukup bervariasi di tengah beragamnya sentimen. 
 
Hal ini didukung oleh penurunan imbal hasil US Treasury. Namun, meningkatnya persepsi risiko menahan penurunan imbal hasil dan bahkan untuk beberapa seri justru mengalami kenaikan. 
 
Imbal hasil dari INDO23 dan INDO28 terlihat mengalami kenaikan kurang dari 1 bps, masing-masing ke level 4,268% dan 4,708%. Adapun yield INDO43 terlihat mengalami penurunan kurang dari 1 bps ke level 5,311%.

Begitu pula yang didapati pada imbal hasil INDO42 yang ditutup turun di level 5,352%.

Imbal hasil surat utang global pada perdagangan kemarin ditutup dengan arah perubahan yang cukup bervariasi seiring dengan beragamnya katalis yaang ada di pasar surat utang global.
 
Imbal hasil US Treasury dengan tenor 10 tahun dan 30 tahun ditutup dengan kenaikan terbatas, masing-masing di level 2,863% dan 3,132% di tengah kekhawatiran investor terhadap perlambatan ekonomi global setelah data ekonomi dari beberapa negara menunjukkan pertumbuhan di bawah estimasi pelaku pasar. 
 
Volume perdagangan SBN yang dilaporkan pada perdagangan kemarin senilai Rp9,2 triliun dari 41 seri yang diperdagangkan dengan volume perdagangan seri acuan yang dilaporkan senilai Rp2,96 triliun. 
 
Obligasi Negara seri FR0077 menjadi SUN dengan volume perdagangan terbesar, yakni Rp1,409 triliun dari 63 kali transaksi. Diikuti oleh perdagangan Obligasi Negara seri FR0063 senilai Rp1,38 triliun dari 13 kali transaksi. 
 
Sementara itu, Surat Perbendaharaan Negara Syariah seri SPNS11012019 menjadi Sukuk Negara dengan volume perdagangan terbesar, yakni Rp125 miliar dari 1 kali transaksi di harga 99,54%. Diikuti oleh perdagangan Project Based Sukuk seri PBS006 senilai Rp50,00 miliar dari 3 kali transaksi di harga rata-rata 101,37%.
 
Dari perdagangan surat utang korporasi, volume perdagangan yang dilaporkan senilai Rp400,45 miliar dari 33 seri surat utang korporasi yang diperdagangkan. 
 
Obligasi Berkelanjutan II FIF Tahap III Tahun 2016 Seri B (FIFA02BCN3) menjadi surat utang korporasi dengan volume perdagangan terbesar, yakni Rp56 miliar dari 2 kali transaksi di harga rata-rata 100,34%. Diikuti oleh perdagangan Obligasi Berkelanjutan Indonesia Eximbank IV Tahap I Tahun 2018 Seri A (BEXI04ACN1) senilai Rp50 miliar dari 1 kali transaksi di harga 97,75%. 
 
Sementara itu, Sukuk Ijarah Berkelanjutan II XL Axiata Tahap I Tahun 2018 Seri A (SIEXCL02ACN1) menjadi sukuk korporasi dengan volume perdagangan terbesar, senilai Rp9 miliar dari 2 kali transaksi di harga rata-rata 100,29%. Diikuti oleh perdagangan Sukuk Ijarah Indosat V Tahun 2012 (SIISAT05) senilai Rp4 miliar dari 2 kali transaksi di harga rata - rata 100,42%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper