Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

HARGA BATU BARA KHUSUS: Analis Berbeda Pandangan

Sejumlah analis memiliki pandangan berbeda perihal dampak penetapan harga batu bara khusus untuk penjualan dalam negeri terhadap kinerja dan saham emiten pada 2018.
Aktivitas di area pertambangan batu bara PT Adaro Indonesia, di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, Selasa (17/10)./JIBI-Nurul Hidayat
Aktivitas di area pertambangan batu bara PT Adaro Indonesia, di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan, Selasa (17/10)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA—Sejumlah analis memiliki pandangan berbeda perihal dampak penetapan harga batu bara khusus untuk penjualan dalam negeri terhadap kinerja dan saham emiten pada 2018.

Tim analis JP Morgan dalam publikasi risetnya meyampaikan, pelaku pasar memantau keputusan formula harga batu bara khusus penjualan di dalam negeri. Rencananya, payung hukum aturan baru itu terbit pada awal Maret 2018.

Dalam perkembangan penyusunan aturan baru itu, PT PLN (Persero) mengajukan harga acuan US$60—US$70 per ton. Adapun, Asosiasi Pertambagan Batubara Indonesia (APBI) mengusulkan harga US$85 per ton.

Menurut tim analis Morgan, kedua usulan acuan harga tersebut masih berada di bawah estimasi miliknya. Mereka memprediksi rerata harga batu bara Newcastle pada 2018 sebesar US$90 per ton.

“Oleh karena itu, penetapan harga jual batu bara domestik memengaruhi pendapatan emiten,” paparnya dalam publikasi riset.

Emiten yang terkena dampak paling besar ialah PT Bukit Asam Tbk., (PTBA), karena 60%-65% produk perusahaan dipasarkan ke dalam negeri pada 2017.

Kontribusi pasar domestik terhadap penjualan batu bara emiten lainnya seperti PT Adaro Energy Tbk., (ADRO) dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk., (ITMG) masing-masing sekitar 20% dan 15%.

Menurut Morgan, dengan skenario harga referensi domestik senilai US$80—US$85 per ton, pendapatan bisnis utama PTBA dapat meningkat 12% pada 2018.

Namun, pemasukan pada tahun ini dapat menurun 12% jika harga referensi ditetapkan US$70—US$75 per ton, atau nilai tengah tengah antara usulan PLN dengan APBI.

Dengan skenario harga US$70—US$75 per ton, pendapatan inti ADRO dapat terkoreksi 9% pada 2018. Adapun, nilai penjualan batu bara ITMG dapat terkoreksi 6%.

TARGET

JP Morgan memberikan target harga saham PTBA, ADRO, dan ITMG pada 2018 secara berturut-turut senilai Rp2.710, Rp2.700, dan Rp27.000. Angka itu mencerminkan proyeksi P/E masing-masing sebesar 9,2x, 10,5x, dan 8x.

Analis riset Kresna Sekuritas Robertus Yanuar Hady menyampaikan, harga batu bara Newcastle memang sedang mengalami tren memanas di kisaran US$105 per ton dalam dua bulan pertama 2018.

Namun, nilai spesifikasi batu bara Newcastle dengan kadar 6.322 kilo kalori per kilo gram (kkal/kg) berbeda dengan kadar kalori batu hitam di pasar domestik.

“Tidak ada batu bara yang beredar di pasaran lokal dengan nilai kalori tepat 6.300 kkal/kg. Jadi wajar jika pembeli seperti PLN, pabrik baja, semen, dan industri lainnya melakukan tawar-menawar dengan penambang,” tuturnya saat dihubungi, Kamis (1/3/2018).

Terkait aturan domestic market obligation (DMO), hal ini tidak berpengaruh banyak terhadap kinerja emiten, termasuk PTBA yang memiliki kontribusi pasar dalam negeri besar. Dengan asumsi harga refensi yang nantinya ditetapkan sesuai usulan PLN senilai US$70 per ton, perusahaan masih mendulang untung.

Berdasarkan perhitungan Bisnis, harga jual rerata batu bara PTBA sepanjang kuartal III/2017 ialah US$57,54 per ton. Harga jual ke masing-masing PLTU juga berbeda. Misalnya ke PLTU Tarahan, harga jual dalam waktu yang sama hanya sebesar US$49,7 per ton.

Robertus menyebutkan, prospek kinerja emiten tambang batu pada 2018 masih tetap berpotensi meningkat kendati regulasi DMO ditetapkan. Selain itu, perusahaan masih bisa menjual sesuai harga internasional untuk pasar ekspor.

“Menurut kabar beredar, peraturan DMO juga mencakup kewajiban penjualan 25% ke dalam negeri. Artinya, emiten masih bisa memacu pendapatan dari ekspor,” paparnya.

‎Head of Research Ciptadana Sekuritas Arief Budiman menyampaikan, salah satu faktor risiko terhadap saham batu bara ialah kembali munculnya isu penetapan harga referensi batu bara di dalam negeri.

Faktor lain yang menjadi berpotensi menjadi sentimen negatif ialah memanasnya harga minyak yang mendongkrak biasa bahan bakar, mendinginnya harga batu bara termal di China, dan persediaan alat berat yang terbatas.

“Namun demikian, secara keseluruhan kami merekomendasikan overweight terhadap sektor batu bara."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper