Bisnis.com, JAKARTA – Permintaan minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) diprediksi beragam. Sebagian analis berpendapat kenaikan permintaan akan terjadi pada 2018 seiring dengan pertumbuhan ekonomi di negara konsumen, namun sebagian lainnya mengekspektasikan permintaan yang lebih lemah dilihat dari capaian tingkat ekspor.
Ekspektasi penurunan tersebut disebabkan oleh permintaan yang lebih rendah dari China dan India. Ekspor Negeri Panda diprediksi anjlok 29% mom, sementara Uni Eropa turun 18% mom.
Ivy Ng, Equity Research Head CIMB Investment Bank Bhd mengatakan, impor CPO China turun sebagian lantaran tingginya persediaan minyak nabati di negara konsumen terbesar keempat di dunia itu di samping dirilisnya sebanyak 150.000 ton cadangan minyak rapessed oleh pemerintah.
Ng mengatakan bahwa penghentian 3 bulan ekspor pajak Malaysia sebesar 5,5% dari 8 Januari –7 April 2018 tidak akan berpengaruh pada penawaran dan permintaan minyak sawit ataupun berpengaruh pada peningkatan harga CPO ke pasar global.
Ng memproyeksikan harga rata—rata CPO pada Januari naik tipis sebesar 3% mom menjadi rata—rata 2.486 ringgit (US$632,19) per ton dari periode sebelumnya, menyusul suspensi yang ditujukan untuk mengurangi persediaan tinggi.
Angka ini lebih rendah 23,9% dari 3.268 (US$831,05) ringgit per ton yang tercatat di periode yang sama pada tahun lalu.
Baca Juga
Sementara itu, analis MIDF Amanah Investment Bank Bhd Alan Lim mengekspektasikan bahwa permintaan kelapa sawit dari China dan India akan lebih tinggi pada tahun ini.
“Konsumsi minyak nabati India tumbuh menjadi 18,5 ton per kapita pada 2016, sementara minyak nabati per kapita China mencapai 27 ton per kapita,” kata Lim.
Lim menuturkan bahwa positifnya data PDB China akan mendorong Negeri Panda untuk mengkonsumsi minyak nabati, termasuk CPO lebih banyak.