Bisnis.com, JAKARTA -- Harga minyak mentah cenderung masih tertekan pada pekan depan seiring dengan pasar yang kecewa dengan hasil rapat OPEC pada Kamis (25/5/2017). Harga diprediksi bergerak di level US$48-US$50 per barel.
Pada penutupan perdagangan Jumat (26/5/2017) harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak Juli 2017 naik 0,90 poin atau 1,84% menuju US$49,80 per barel. Sementara minyak Brent kontrak Juli 2017 meningkat 0,69 poin atau 1,34% menjadi US$52,15 per barel.
Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim menyampaikan hasil rapat OPEC pada Kamis (25/5/2017) yang sepakat memperpanjang masa pemangkasan produksi sekitar 1,8 juta barel per hari (bph) dinilai tidak sesuai harapan. Setidaknya ada dua hal yang mendasari kekecewaan pasar.
Pertama, kesepakatan pemangkasan produksi tidak mencapai semester I/2018. Kedua, tidak dilibatkannya produsen besar seperti Amerika Serikat dan Kanada dalam perjanjian, sehingga pasar masih dibayangi kondisi suprlus suplai.
"Ada tantangan lebih besar datang dari Amerika Serikat yang bakal memacu produksi minyak shale, sehingga pasar masih surplus. Namun, bisa jadi saat harga rendah investor melakukan aksi beli," tuturnya saat dihubungi Bisnis.com, Minggu (28/5/2017).
Terkini pada Jumat (26/5/2017), data Barker Hughes mengemukakan jumlah rig minyak bertambah 2 buah menjadi 722 rig. Ini merupakan level tertinggi sejak April 2015 sekaligus menunjukkan pertumbuhan dalam 19 pekan terakhir.
Baca Juga
Menurut U.S. Energy Information Administration (EIA) rerata produksi minyak Paman Sam pada 2017 mencapai 9,3 juta bph, dari 2016 sejumlah 8,9 juta bph. Pada tahun depan, volume pemompaan akan menuju rekor tertinggi, yakni 10 juta bph.
Ibrahim mengatakan pada sepekan ke depan harga WTI berpeluang bergerak di dalam rentang US$48-US$50 per barel. Penguatan akibat akumulasi beli masih akan terasa pada Senin dan Selasa (29-30/5). Namun, nantinya pasar akan melihat data kinerja minyak AS pada Rabu (31/5) dan kinerja manufaktur China.
Secara teknikal, harga minyak WTI berpeluang mencapai level tertinggi US$57 per barel pada 2017 sesuai dengan proyeksi rerata harga dari Bank Dunia senilai US$55 per barel. Sentimen yang memberikan tenaga tambahan ialah faktor risiko geopolitik di AS, Timur Tengah, dan Korea Utara.
"Secara fundamental, paling tinggi harga WTI mencapai US$54 per barel. Namun dengan adanya risiko geopolitik, harga berpotensi menembus level tersebut untuk menuju US$57 per barel," paparnya.