Bisnis.com, JAKARTA--Harga minyak mentah memanas seiring rencana OPEC dan negara produsen lainnya memperpanjang keputusan pemangkasan produksi yang sebelumnya berakhir pada Juni 2017.
Pada penutupan perdagangan Jumat (24/3), harga minyak WTI kontrak Mei 2017 berada di posisi US$47,97 per barel, naik 0,57% atau 0,27 poin. Sepanjang tahun berjalan, harga melemah 10,7%.
Ed Morse, Head of Commodities Research Citigroup Inc., di New York, menyampaikan negara produsen minyak mentah mengadakan rapat di Kuwait pada Minggu (26/3/2017). Pertemuan ini merundingkan apakah masa pemangkasan produksi diperpanjang sampai semester II/2017.
Pada akhir 2016, OPEC dan sejumlah negara produsen lain seperti Rusia dan Oman sepakat memangkas produksi hingga 1,8 juta barel per hari (bph) sepanjang Januari-Juni 2017. Rincianya, OPEC memotong suplai sebesar 1,2 juta bph menjadi 32,5 juta bph, sedangkan produsen lain sejumlah 400.000 bph.
Namun, pengurangan suplai dari sejumlah produsen utama membuat Amerika Serikat memacu produksi, sehingga harga minyak terjerembab ke bawah US$50 per barel.
"Sebenarnya ikatan antarnegara produsen dalam mengurangi suplai ialah harapan harga yang lebih tinggi. Dengan harga yang belum memuaskan, ada peluang mereka memperpanjang pemangkasan produksi," ujar Morse, seperti dikutip dari Bloomberg, Minggu (26/3/2017).
Baca Juga
Setelah pertemuan di Kuwait, direncanakan kesepakatan perpanjangan pemangkasan produksi akan diputuskan dalam rapat para menteri negara anggota OPEC pada 25 Mei 2017 di Wina, Austria. Morse memprediksi OPEC bakal melakukan ekstensi pembatasan suplai minyak mentah.
Berdasarkan data International Energy Agency (IEA), pemangkasan produksi OPEC sudah mencapai 91% pada bulan lalu, sedangkan negara produsen lainnya baru sekitar 44%. Bila pembatasan suplai hanya berlaku enam bulan, angka tersebut hanya mengurangi sepertiga dari total surplus suplai sebesar 300 juta barel.
Dalam laporan bertajuk Monthly Oil Market Report (MOMR) Maret 2017, OPEC mengumumkan pengurangan produksi pada Februari 2017 turun 139.500 bph menjadi 31,95 juta bph, dari Januari 2017 sebesar 32,09 juta bph. Artinya, organisasi merealisasikan kesepakatan pemangkasan produksi produksinya sebesar 1,2 juta bph menjadi 32,5 juta bph.
Namun sentimen positif tersebut terganjal upaya AS yang terus memacu suplai dan persediaan. Stok minyak Paman Sam dalam sepekan yang berakhir Jumat (17/3) meningkat 4,95 juta barel menjadi 533,11 juta barel. Angka ini merupakan rekor tertinggi sejak EIA melakukan pencatatan pada Agustus 1982.
Adapun dalam waktu yang sama, tingkat produksi minyak AS naik 20.000 barel menuju 9,13 juta barel per hari (bph), yang menjadi level tertinggi sejak Februari 2016. Sebelumnya pada Desember 2016, AS konsisten menahan produksi di level 8,7 juta bph.
Selain itu, data Baker Hughes pada Jumat (17/3) menyebutkan rig pengeboran minyak AS bertambah 14 buah menjadi 631 rig.
Putu Agus Pransuamitra, Research and Analyst PT Monex Investindo Futures, mengatakan langkah AS yang memacu suplai menjadi sentimen yang saling tarik-menarik dengan pemangkasan produksi OPEC. Paman Sam agaknya mencari celah pasar yang ditinggalkan produsen lain, ketika negara tersebut melakukan pembatasan suplai.
Dalam waktu dekat, pasar masih menunggu perkembangan terbaru soal pemangkasan produksi OPEC. Organisasi berencana memperpanjang masa pemotongan suplai yang sebelumnya berakhir pada Juni 2017.
Melihat berbagai sentimen yang ada, menurutnya harga minyak mentah masih sulit menembus level US$50 per barel. Pada sepekan ke depan, harga diprediksi bergerak dalam rentang US$47-US$49,5 per barel.
"Pasar masih terbebani proyeksi penambahan suplai, terutama dari AS. Meskipun ada kabar baik dari OPEC," tuturnya.