Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah emiten batu bara menderita penurunan laba dan bahkan merugi pada paruh pertama tahun ini, seperti PT Bukit Asam Tbk. (PTBA), PT Bumi Resources Tbk. (BUMI), hingga PT TBS Energi Utama Tbk. (TOBA). Kinerja yang kurang bergairah itu lantaran harga emas hitam yang juga tak berdaya.
Tekanan harga batu bara global menjadi salah satu tantangan utama bagi emiten batu bara pada semester I/2025. Indeks harga ICI-3 tercatat mengalami koreksi sebesar 14% secara tahunan, dari US$75,89 menjadi US$65,15 per ton. Sementara, indeks Newcastle turun 22%, dari US$130,66 menjadi US$102,51 per ton.
Corporate Secretary PTBA Niko Chandra mengungkapkan perseroan menerapkan strategi pemasaran yang adaptif, diversifikasi pasar, serta pengelolaan portofolio pelanggan yang beragam untuk menghadapi kondisi tersebut.
"PTBA secara konsisten melakukan penguatan operasional. Kendati kondisi pasar global cukup menantang, PTBA tetap mencatatkan pertumbuhan kinerja. Ke depan, PTBA akan terus mendorong efisiensi biaya, meningkatkan kinerja aset, serta memperluas portofolio usaha yang berkelanjutan," ucap Niko.
PTBA sendiri membukukan rata-rata harga jual sebesar Rp930.000 per ton per Juni 2025, turun 4% dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Di sisi lain, biaya operasional turut mengalami tekanan seiring kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), rata-rata mencapai Rp14.666 per liter atau meningkat 7% dibandingkan Rp13.682 per liter pada periode yang sama tahun lalu. Peningkatan konsumsi BBM juga sejalan dengan bertambahnya volume produksi dan jarak angkut batu bara.
Selanjutnya, volume produksi batu bara PTBA mencapai 21,73 juta ton sampai akhir Juni 2025, meningkat 16% dari 18,76 juta ton pada semester I/2024. Volume penjualan batu bara juga mengalami kenaikan sebesar 8% menjadi 21,62 juta ton dari 20,05 juta ton pada periode yang sama tahun lalu.
Komposisi penjualan tersebut terdiri dari 54% untuk pasar domestik dan 46% untuk ekspor. Niko menyebut terjadi penurunan permintaan dari pasar ekspor utama seperti China, namun PTBA tetap berhasil menjaga kinerja penjualan dengan memperluas jangkauan ekspor ke negara-negara seperti Bangladesh, India, Vietnam, Filipina, dan Thailand.
Sejalan dengan peningkatan produksi dan penjualan, volume angkutan batu bara PTBA turut meningkat sebesar 9% menjadi 19,27 juta ton, dari sebelumnya 17,70 juta ton. Menurut Niko, peningkatan ini didukung oleh optimalisasi rantai pasok dan efisiensi di sektor logistik yang terus diperkuat.
Peningkatan aktivitas operasional tersebut berkontribusi terhadap pendapatan konsolidasi PTBA yang tercatat sebesar Rp20,45 triliun, naik 4% dibandingkan Rp19,64 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
PTBA membukukan laba bersih sebesar Rp833 miliar sepanjang paruh pertama 2025. Laba bersih tergerus hingga setengahnya atau 59,02%, menjadi Rp833 miliar, dari sebelumnya sebesar Rp2,03 triliun.