Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja saham-saham kelas atas di dalam indeks terlikuid LQ45 dan kelompok papan utama masih terpuruk. Padahal, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah lepas landas dan mencatatkan rekor baru.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG mencatatkan penguatan sebesar 0,94% ke level 7.614,77 pada penutupan perdagangan hari ini, Senin (28/7/2025). IHSG juga mencatatkan level tertinggi sepanjang 2025 di level 7.669,45 pada perdagangan hari ini. IHSG pun menguat 7,75% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd).
Berbeda dengan IHSG, saham-saham kelas atas di indeks LQ45 masih terseok-seok. Indeks LQ45 yang berisi 45 emiten berkapitalisasi pasar besar tertahan di zona merah, melemah 2,83% ytd.
Sejumlah saham konstituen indeks mencatatkan kinerja lesu dan menjadi pemberat indeks. Saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) mencatatkan pelemahan harga 9,44% ytd dan saham PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) mencatatkan pelemahan harga 9,25% ytd.
Selain itu, harga saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) melemah 15,71% ytd dan PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. (ADRO) melemah 14,14% ytd.
Selain IHSG dan indeks LQ45, data per papan juga mencerminkan ketimpangan. Saham-saham di papan pengembangan dan akselerasi masing-masing menguat 58,59% ytd dan 37,06% ytd. Sementara saham papan utama masih terkoreksi 0,51% ytd.
Equity Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan menilai ketimpangan kinerja antara IHSG dan indeks seperti LQ45 atau antar papan pencatatan muncul karena reli pasar tahun ini justru lebih banyak digerakkan oleh saham-saham kecil serta spekulatif.
Menurutnya, saham di papan pengembangan dan akselerasi naik tajam karena tingginya minat investor ritel terhadap emiten-emiten berkapitalisasi kecil yang harganya lebih terjangkau dan volatilitasnya tinggi. Apalagi terdapat narasi 'gorengan baru' di media sosial.
"Sementara saham papan utama dan LQ45 justru tertinggal karena aksi wait and see investor institusi, tekanan profit taking, dan belum adanya katalis kuat yang bisa mendongkrak kinerja jangka pendek mereka," kata Felix kepada Bisnis pada Senin (28/7/2025).
Dia menilai, pada paruh kedua 2025 terdapat peluang penguatan indeks LQ45 dan saham di papan utama didorong oleh sinyal kuat dari penurunan suku bunga global, stabilitas rupiah, dan pemulihan daya beli domestik.
Apalagi, jika realisasi belanja pemerintah mulai dipercepat yang bisa mendorong sektor konstruksi dan barang konsumsi bergerak lebih aktif.
Namun, jika reli pasar terus bergantung pada saham-saham papan pengembangan dan akselerasi, risiko pasar akan meningkat. Sebab saham-saham tersebut cenderung rentan terhadap perubahan sentimen dan aksi ambil untung besar-besaran. Ketika volume beli menghilang, koreksinya bisa dalam dan sistemik.
"Tanpa dukungan dari saham-saham berfundamental kuat, reli IHSG akan rapuh dan lebih mudah terkoreksi. Maka dari itu, perlu rotasi sektor yang sehat ke saham-saham besar agar pasar tetap berimbang dan tidak terlalu spekulatif," ujar Felix.