Bisnis.com, JAKARTA — Dua emiten bank pelat merah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) kompak akan melakukan pembelian kembali saham (buyback) pada awal tahun ini. Bagaimana prospek saham kedua bank pelat merah di tengah rencana aksi buyback saham?
Buyback saham merupakan proses pembelian saham yang sudah beredar di pasar dari para investor yang dijalankan oleh emiten. Dalam menjalankan buyback saham, emiten menggunakan dana miliknya untuk memperoleh saham.
BBRI sendiri menyiapkan dana Rp3 triliun. Sementara BBNI mengalokasikan Rp905 miliar untuk buyback saham.
Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan buyback saham dilakukan sebagai upaya meningkatkan stabilitas harga saham di pasar. Adapun, seiring dengan gelaran buyback saham, gerak saham emiten dinilai akan terpengaruh.
Saat informasi terkait harga buyback saham belum tersedia, gerak saham emiten belum begitu bergejolak. "Namun, saat investor dapatkan harga buyback dan ketika emiten eksekusi buyback, baru akan terjadi penguatan saham, disertai penguatan market cap [kapitalisasi pasar]," kata Nafan kepada Bisnis pada Kamis (6/2/2025).
Sementara itu, saat ini gerak saham BBRI dan BBNI masih lesu. Pada perdagangan hari ini, Kamis (6/2/2025), harga saham BBRI turun 4,11% ke level Rp3.970 per lembar. Harga saham BBRI pun melorot 5,7% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd).
Baca Juga
Begitu juga dengan BBNI yang mencatatkan pelemahan harga saham 4,67% pada perdagangan hari ini ke level Rp4.290 per lembar. Kemudian, harga saham BBNI turun 6,54% ytd.
Di tengah momentum buyback saham, menurutnya prospek saham BBRI dan BBNI masih baik. Selain sentimen buyback saham, terdapat faktor-faktor lainnya yang menjadi pendorong gerak saham BBRI dan BBNI ke depan. Salah satu faktor pendorong adalah adanya penurunan suku bunga acuan.
Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 14—15 Januari 2025, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan 25 basis poin setelah sebelumnya berada di level 6%, menjadi 5,75%.
"Namun, sentimen lainnya yang memengaruhi itu adalah dinamika global terkait dengan The Fed, di mana kalau masih hawkish bias pengaruhi pengetatan likuiditas global," ujar Nafan.
Sebelumnya, Equity Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan menilai saham-saham bank jumbo terutama bank pelat merah seperti BBRI dan BBNI ke depan prospektif seiring penurunan suku bunga acuan BI dengan ancang-ancang tebaran dividen jumbo untuk tahun buku 2024.
"Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan seperti suku bunga, kinerja perbankan, dan pembagian dividen," kata Felix kepada Bisnis pada beberapa waktu lalu.
Menurut Felix, pemangkasan BI rate akan menjadi katalis positif bagi saham bank jumbo ke depan. "Sebab, penurunan suku bunga acuan bisa menjadi dasar kebijakan penurunan cost of fund [biaya dana] atau suku bunga dasar kredit yang dapat juga memacu pertumbuhan ekonomi," tuturnya.
Berdasarkan data Bloomberg, konsensus analis menunjukan bahwa sebanyak 32 sekuritas menyematkan rekomendasi beli untuk BBRI. Terdapat pula tiga sekuritas yang menyematkan rekomendasi hold untuk BBRI dan satu sekuritas merekomendasikan sell. Target harga saham BBRI sendiri berada di level Rp5.392,83 per lembar dalam 12 bulan ke depan.
Kemudian, sebanyak 30 sekuritas menyematkan rekomendasi beli untuk BBNI. Terdapat pula lima sekuritas yang menyematkan rekomendasi hold untuk BBNI. Target harga saham BBNI sendiri berada di level Rp5.898,77 per lembar dalam 12 bulan ke depan.
Sebagaimana diketahui, BBRI dan BBNI bakal mengeksekusi buyback saham setelah terlebih dahulu meminta restu pada rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST).
Corporate Secretary BBNI Okki Rushartomo dalam keterangan resminya menjelaskan alasan BNI melakukan buyback. Dia mengatakan pada 10 bulan pertama 2024, saham BBNI menunjukkan pertumbuhan positif secara tahunan seiring kinerja fundamental yang meningkat.
Namun, memasuki akhir 2024, terutama tekanan mulai terjadi pada saham BBNI. Hal itu terjadi lantaran adanya sentimen negatif pasca hasil pemilu di Amerika Serikat (AS) pada November 2024 yang juga memberikan tekanan terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG).
"Tekanan pada saham BBNI juga mulai terasa sebagai dampak concern investor atas kondisi ketidakstabilan geopolitik dan kondisi makro ekonomi Indonesia seputar kondisi likuiditas dan pelemahan kurs," tulisnya dalam pengumuman.
Alhasil, buyback pun dimaksudkan untuk membantu mengurangi tekanan jual di pasar saat indeks harga saham yang sedang berfluktuasi, sekaligus memberi indikasi kepada investor bahwa perusahaan memandang harga saham saat ini tidak mencerminkan fundamental perusahaan.
Okki menjelaskan untuk buyback saham, BBNI menggukan arus kas bebas. Hal itu tidak berdampak pada operasional perseroan sehingga laba rugi diperkirakan masih sejalan dengan target.
Buyback saham BBNI, lanjutnya, tidak akan berdampak negatif terhadap kegiatan usaha perseroan mengingat BNI punya modal dan cash flow yang cukup untuk melakukan transaksi dan melaksanakan fungsi intermediasi.
Dalam pengumumannya, Manajemen BBRI juga memastikan bahwa pelaksanaan buyback akan memperhatikan kondisi likuiditas dan permodalan perseroan, serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara, Direktur Utama BRI Sunarso menyampaikan rencana buyback tersebut di tengah performa saham BBRI yang cenderung mengalami koreksi dalam beberapa waktu terakhir. "Buyback [saham] nanti kami usulkan di RUPS," katanya saat ditemui selepas acara BRI Microfinance Outlook pada bulan lalu (30/1/2025).
________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.