Bisnis.com, JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat masih mengalami pelemahan hingga mencapai level di bawah 7.000. Apa saja penyebabnya?
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG melemah 0,86% atau 60,22 poin ke level 6.956,66 pada penutupan perdagangan hari ini, Selasa (14/1/2025). IHSG pun tercatat jeblok 2,88% sejak awal perdagangan tahun ini atau secara year to date (ytd).
Seiring dengan pelemahan IHSG, dana asing pun lari dari pasar saham Indonesia. Tercatat, nilai jual bersih atau net buy asing di pasar saham Indonesia pada perdagangan hari ini mencapai Rp633 miliar.
Associate Director Pilarmas Investindo Maximilianus Nicodemus mengatakan pelemahan IHSG hingga menyentuh level di bawah 7.000 dipengaruhi berbagai faktor.
"Cukup banyak sentimennya, data ketengakerjaan AS yang kuat, penantian data inflasi AS pekan ini, potensi penurunan suku bunga The Fed yang kian semakin kecil, pelantikan Donald Trump jadi Presiden AS, dan kekhawatiran kebijakan Trump," ujarnya kepada Bisnis pada Selasa (14/1/2025).
Nicodemus sendiri memproyeksikan dalam jangka pendek IHSG masih akan bermain di level 6.900 – 7.000.
Baca Juga
Equity Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan mengatakan pelemahan IHSG dipengaruhi oleh sejumlah sentimen negatif. Dari luar negeri, kenaikan imbal hasil obligasi AS yang tinggi menarik arus modal keluar dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
"Kuatnya data pasar tenaga kerja AS juga memperkuat ekspektasi suku bunga tinggi The Fed dalam waktu lebih lama dan memicu penguatan dolar AS," ujar Felix pada Selasa (14/1/2025).
Lalu, konflik geopolitik dan prospek pertumbuhan ekonomi global yang melambat juga meningkatkan sentimen risk-off. Selain itu, pasar menanti pelantikan Presiden AS terpilih Donald Trump pada 20 Januari nanti.
Dari domestik, IHSG dipengaruhi arus keluar investor asing yang signifikan, terutama di saham perbankan dan surat berharga negara (SBN). Pasar saham juga dipengaruhi oleh kebijakan Bank Indonesia (BI) yang terus memperketat likuiditas untuk menjaga stabilitas rupiah melalui operasi moneter.
Pelemahan rupiah yang menyentuh level Rp16.275 per dolar AS juga menciptakan tekanan tambahan pada sektor-sektor yang sensitif terhadap nilai tukar.
Ia memproyeksikan IHSG dalam jangka pendek masih berpotensi tertekan karena sentimen negatif. Dari global, data ekonomi AS terus kuat dan membawa tekanan pada emerging market yang akan berlanjut. Stabilitas nilai tukar yang masih rentan juga dapat memengaruhi arus modal dan sentimen investor.
Dari domestik, investor akan mencermati rilis data ekonomi Indonesia, seperti inflasi dan neraca perdagangan, sebagai indikator kesehatan ekonomi.
Namun, menurutnya IHSG bisa menemukan pijakan di level 6.900–6.950, apabila ada katalis positif, seperti stabilitas nilai tukar melalui intervensi BI. Kemudian, hadirnya laporan kinerja kuartalan emiten yang positif.
IHSG juga bisa rebound apabila terdapat sentimen pemulihan untuk sektor-sektor tertentu, seperti komoditas. Hal ini dipengaruhi oleh naiknya harga beberapa komoditas terkait seperti migas dan nikel.
"Kami nilai investor disarankan untuk tetap selektif dan fokus pada saham-saham dengan fundamental kuat serta sektor yang defensif dalam kondisi pasar penuh tekanan," tutur Felix.
_________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.