Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintahan baru di bawah Presiden RI Prabowo Subianto memiliki keinginan kuat untuk swasembada pangan dan berencana untuk tidak melakukan impor beras pada 2025. Seiring dengan rencana tersebut, emiten beras seperti PT Buyung Poetra Sembada Tbk. (HOKI) dan PT Wahana Inti Makmur Tbk. (NASI) diuntungkan.
Analis Samuel Sekuritas Jason Sebastian dan Jonathan Guyadi dalam risetnya menjelaskan swasembada pangan akan mendorong penurunan impor beras dan peningkatan produksi dalam negeri. Hal ini berpotensi meningkatkan pendapatan distributor beras seperti HOKI dan NASI.
Selain itu, geliat swasembada pangan, termasuk pengenalan berbagai subsidi pertanian diharapkan dapat meningkatkan permintaan produk terkait beras. Kondisi tersebut juga menguntungkan perusahaan benih dan pupuk, seperti PT BISI International Tbk. (BISI) serta PT Saraswanti Anugerah Makmur Tbk. (SAMF).
"Rencana setop impor beras dapat lebih meningkatkan sentimen pada saham terkait pertanian, sehingga memungkinkan kinerja pasar yang lebih baik di masa mendatang," ujarnya dalam riset pada Kamis (28/11/2024).
Sebelumnya, Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Azis Setyo Wibowo menilai swasembada pangan bisa saja menjadi sentimen positif bagi emiten beras seperti HOKI dan NASI. Sebab, kuatnya swasembada pangan bisa mengurangi impor dari beras.
Namun, perlu dicermati implementasi program swasembada pangan tersebut, sebab masih adanya tantangan seperti lahan sawah yang harus tersedia, serta faktor dari perubahan iklim.
Baca Juga
"Saat ini prospek emiten beras juga memiliki sentimen yang baik seperti dari adanya program makan bergizi gratis yang bisa mendorong permintaan beras. Akan tetapi, balik lagi hal ini harus diliat implementasi dan skemanya seperti apa," ujar Azis kepada Bisnis.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan saham-saham emiten beras seperti HOKI dan NASI saat ini masih dalam keadaan downtrend.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), harga saham HOKI memang naik 2,48% ke level Rp124 pada penutupan perdagangan Selasa (26/11/2024). Namun, harga saham HOKI masih di zona merah, atau turun 29,38% dalam setahun.
Harga saham NASI ditutup stagnan di level Rp88 pada perdagangan kemarin. Harga saham NASI sendiri turun 3,33% dalam sebulan perdagangan terakhir.
Emiten beras lainnya BISI mencatatkan penurunan harga saham 0,9% ke level Rp1.100 pada perdagangan kemarin. Harga saham BISI pun masih di zona merah, turun 26% dalam setahun.
Kemudian, harga saham SAMF turun 0,68% pada perdagangan kemarin ke level Rp730. Harga saham SAMF juga masih di zona merah, turun 4,55% dalam setahun.
"Maka, sebaiknya investor mencermati kinerja fundamental emiten. Bila kinerja meningkat, berarti katalis positif dari swasembada pangan pemerintah mulai terasa," ujar Nafan.
Sebagaimana diketahui, pemerintahan baru memang tengah bergeliat mendorong swasembada pangan. Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan pemerintah tengah bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan beras dari dalam negeri agar Indonesia tidak melakukan impor beras pada 2025.
“Mudah-mudahan tahun depan kita nggak impor beras. Kalau impor pun sedikit,” kata Zulhas di Kantor Kemenko Pangan, Jakarta Pusat, pekan lalu (21/11/2024).
Sejauh ini, Zulhas menyebut bahwa pemerintah belum memiliki rencana untuk melakukan importasi beras di tahun depan. Pemerintah, kata dia, tengah bekerja keras untuk mencapai swasembada pangan.
Dalam catatan Bisnis, Prabowo Subianto juga optimistis Indonesia dapat mencapai swasembada pangan pada 4-5 tahun ke depan atau selambat-lambatnya pada 2029. Hal itu disampaikan Prabowo dalam pidato perdana usai dirinya resmi dilantik sebagai Presiden ke-8 RI.
Dia menegaskan, target tersebut dibidik guna meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia. “Kita harus mampu memproduksi kebutuhan pangan seluruh rakyat Indonesia, saya sudah mempelajari bersama pakar-pakar yang membantu saya. Saya yakin paling lambat 4-5 tahun kita akan swasembada pangan,” kata Prabowo di Kompleks Parlemen RI, Oktober lalu (20/10/2024).
______
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.