Bisnis.com, JAKARTA — Emiten anak usaha BUMN, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGEO) tidak melanjutkan rencana akuisisi blok panas bumi Sorik Marapi.
Direktur Utama PGEO Julfi Hadi mengatakan perseroannya bakal berfokus pada upaya peningkatan kapasitas setrum dari aset-aset yang saat ini dipegang.
“[Sorik Marapi] itu sudah enggak lagi, itu sudah selesai,” kata Julfi saat ditemui di Jakarta, Kamis (5/9/2024).
Julfi mengatakan perseroannya bakal berfokus untuk ekspansi pada aset existing untuk mengejar kapasitas listrik terpasang 1 gigawatt (GW) dalam dua tahun ini.
Menurut hitung-hitungan PGEO, terdapat potensi 340 megawatt (MW) daya setrum potensial yang bisa dikembangkan untuk menambah kapasitas terpasang saat ini 672 MW secara langsung.
Beberapa potensi tambahan daya itu berasal dari lapangan panas bumi milik PGEO, di antaranya Lumut Balai (40 MW), Lumut Balai Unit 2 (55 MW) Hululais Unit 1 dan 2 (110 MW), Hululais Binary Unit (60 MW), Ulubelu (40 MW), Lahendong (35 MW).
“Kami akan sibuk sekali yang organik, belum lagi kami lihat kesempatan di luar negeri. Manufaktur banyak sekali yang akan kami kerjakan, semua risiko bagus, lapangan-lapangan bagus,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengonfirmasi kabar ihwal PGEO, sedang menyiapkan langkah untuk mengakuisisi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sorik Marapi.
PLTP Sorik Marapi yang dikelola oleh PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP), anak usaha KS Orka Renewables Pte. Ltd., terletak di Kabupaten Mandailing Natal di Sumatra Utara. PLTP ini merupakan salah satu proyek panas bumi terbesar yang sedang dikembangkan di Indonesia dengan potensi hingga 240 MW.
Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM saat itu, Harris Yahya mengatakan bahwa PGEO atau PGE memang sedang dalam tahap untuk mengakuisisi PLTP milik SMGP ini.
“Iya memang terkait dengan itu PGE lakukan, tapi hasilnya seperti apa saya nggak tahu, karena kan pemerintah tidak wajib mengetahui, nanti hasil akhirnya saja,” kata Harris saat ditemui di Kementerian ESDM, Kamis (14/9/2023).
Nilai akuisisi itu dikabarkan mencapai US$1 miliar atau sekitar Rp14,34 triliun. KS Orka mengakuisisi saham mayoritas perusahaan tersebut pada pertengahan 2016. KS Orka didirikan oleh Kaishan Group asal China pada 2016 untuk fokus pada pengembangan energi baru panas bumi.