Bisnis.com, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah membacakan asumsi makro untuk Indonesia pada 2025 pada akhir pekan lalu, Jumat (16/8/2024). Lalu, bagaimana dampak dari asumsi makro tersebut ke emiten di sektor infrastruktur dan kesehatan?
Direktur Reliance Sekuritas Indonesia Reza Priyambada menjelaskan pasar merespons asumsi makro tersebut dengan biasa saja, karena hal tersebut baru asumsi. Menurutnya, pasar menanti kondisi riil ke depan seperti apa.
"Misalnya sudah menentukan asumsi kurs di Rp16.100 per dolar AS, itu apakah nantinya akan dijaga sampai dengan level tersebut atau bisa lewat dari level tersebut," kata Reza, Senin (19/8/2024).
Dia melanjutkan saat ini rupiah masih mengalami penguatan di kisaran Rp15.550-Rp15.615 per dolar As. Pasar akan melihat nantinya penguatan rupiah ini akan dijaga atau tidak, serta kebijakan apa yang akan dikeluarkan.
Lalu, dengan alokasi infrastruktur yang berkurang untuk tahun depan, Reza melihat kemungkinan proyek pemerintah tidak akan terlalu banyak untuk tahun depan. Secara sentimen, menurutnya hal tersebut bisa saja direspons negatif pelaku pasar karena investor mengasumsikan proyek pemerintah yang dikerjakan BUMN karya akan berkurang.
"Akan tetapi, bukan berarti tidak ada sama sekali proyek pembangunan. Ini yang ke depannya menjadi tantangan bagi emiten karya untuk bisa tetap survive dan sustain," tuturnya.
Adapun untuk emiten kesehatan, Reza menuturkan pelaku pasar akan melihat emiten mana yang akan terkena imbasnya. Secara sentimen, Reza melihat emiten kesehatan dapat terkena dampak dari asumsi ini.
Baca Juga : Daftar Saham yang Diramal Cuan dari APBN 2025 |
---|
Akan tetapi, apabila secara riil pemerintah hanya memprioritaskan layanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah, maka hal tersebut tidak akan berdampak apapun bagi emiten kesehatan.
Sebagai informasi, dalam pembacaan asumsi makro, pemerintah mengalokasikan anggaran di sektor kesehatan sebesar Rp197,8 triliun, atau 5,5% dari belanja negara.
Anggaran tersebut ditujukan untuk peningkatan kualitas dan keterjangkauan layanan, percepatan penurunan stunting, dan penyakit menular seperti TBC, serta penyediaan pemeriksaan kesehatan gratis.
Pemerintah juga mengalokasikan anggaran pembangunan infrastruktur sebesar Rp400,3 triliun.
Anggaran tersebut terutama untuk infrastruktur pendidikan dan kesehatan, infrastruktur konektivitas, infrastruktur pangan dan energi, serta keberlanjutan pembangunan IKN. Alokasi tersebut turun dari Rp422,7 triliun pada 2024.