Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ramai Rapat Bank Sentral Sepekan, Bursa Asia Menguat

Bursa Asia cenderung naik seiring dengan penantian investor terhadap keputusan bank sentral pekan ini.
Salah satu layar perdagangan di bursa saham China./Bloomberg
Salah satu layar perdagangan di bursa saham China./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Bursa Asia cenderung menguat pada Senin (18/3/2024) seiring dengan naiknya data ekonomi China dan penantian investor terhadap keputusan bank sentral pekan ini.

Per pukul 14.30 WIB, Nikkei 225 naik 2,67%, Topix Tokyo naik 1,92%, Hang Seng Index Hong Kong naik 0,22%, Shanghai Composite Index naik 0,99%. Di sisi lain, dalam trading yang masih berlangsung, IHSG naik 0,06% ke 7.332.

China melaporkan produksi industri naik 7% secara tahunan selama bulan Januari dan Februari 2024, sementara penjualan ritel naik 5,5% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, sektor real estat tetap menjadi kekhawatiran karena investasi properti turun 9% pada tahun ini, yang menggarisbawahi perlunya dukungan kebijakan lebih lanjut.

Mengutip Reuters, bank-bank sentral di Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Swiss, Norwegia, Australia, Indonesia, Taiwan, Turki, Brasil, dan Meksiko akan mengadakan pertemuan pada minggu ini. Meskipun banyak bank sentral yang diperkirakan akan tetap memberikan keputusan suku bunga stabil, terdapat banyak ruang untuk terjadinya kejutan.

Hari Selasa bisa menjadi akhir dari sebuah era dimana Bank of Japan (BOJ) diperkirakan akan mengakhiri delapan tahun suku bunga negatif dan menghentikan atau mengubah kebijakan pengendalian kurva imbal hasil.

Surat kabar Nikkei pada hari Sabtu menjadi media terbaru yang menandai langkah tersebut, setelah perusahaan-perusahaan besar memberikan kenaikan gaji terbesar dalam 33 tahun.

Ada kemungkinan BOJ menunggu pertemuan bulan April karena mereka akan menerbitkan perkiraan ekonomi terbaru pada saat itu.

“Entah itu bulan Maret atau April atau tidak, kami menduga bahasa yang menyertai setiap langkah tersebut akan bernuansa hati-hati, menekankan hal itu lebih sebagai penyesuaian kebijakan moneter daripada pengetatan pada tahap ini,” kata Carl Ang, analis MFS Investment Management.

Ang menyampaikan bagi Jepang, jalur normalisasi kebijakan yang terukur dan bertahap tampaknya sesuai bagi perekonomian yang tidak terbiasa dengan tingkat suku bunga yang lebih tinggi dan dengan demikian pesan kebijakan akan menjadi sangat penting.

Pasar juga berasumsi BOJ akan menaikkan suku bunga dengan kecepatan rendah dan memperkirakan suku bunga sebesar 0,27% pada bulan Desember, dibandingkan dengan -0,1% saat ini.

Bank sentral pada hari Senin mengatakan pihaknya akan melakukan operasi pembelian obligasi yang tidak terjadwal, mungkin untuk mencegah kenaikan imbal hasil yang signifikan dan menghindari volatilitas pasar.

Hal ini mungkin menjadi salah satu alasan mengapa yen melemah minggu lalu, dengan dolar menguat di 149,20 yen. Euro berada di 1,0886 per dolar AS, setelah turun 0,5% pada minggu lalu dan menjauh dari puncak 1,0963 per dolar AS.

Nikkei Jepang melonjak 2,0%, setelah merosot 2,4% pada minggu lalu karena kenaikan ke rekor tertinggi yang memicu aksi ambil untung.

Indeks MSCI yang terdiri dari saham-saham Asia Pasifik di luar Jepang naik 0,1%, setelah turun 0,7% pada minggu lalu. Saham blue chips China menguat 0,4%.

Kontrak berjangka EUROSTOXX 50 dan kontrak berjangka FTSE sedikit berubah. S&P 500 berjangka bertambah 0,1% dan Nasdaq berjangka 0,2%, dengan ketegangan meningkat menjelang pertemuan kebijakan Federal Reserve pada hari Selasa dan Rabu.

Semnetara itu, The Fed diperkirakan akan mempertahankan suku bunganya pada kisaran 5,25%-5,5%. Namun, ada kemungkinan hal ini memberikan sinyal prospek kebijakan yang lebih tinggi dan jangka panjang mengingat masih kakunya inflasi baik di tingkat konsumen maupun produsen.

“Kami sekarang memperkirakan akan terjadi tiga kali pemotongan suku bunga The Fed pada tahun 2024, dibandingkan empat kali sebelumnya, terutama karena jalur inflasi yang sedikit lebih tinggi,” kata ekonom Goldman Sachs Jan Hatzius dalam sebuah catatan.

Dia masih memperkirakan The Fed akan memulai kebijakannya pada bulan Juni, dengan asumsi inflasi kembali turun seperti yang diharapkan, dan para pejabat akan tetap berpegang pada perkiraan dot plot mereka mengenai tiga pemotongan tahun ini.

“Risiko utamanya adalah peserta FOMC mungkin lebih khawatir terhadap data inflasi baru-baru ini dan kurang yakin bahwa inflasi akan melanjutkan tren lemah sebelumnya. "Dalam hal ini, mereka mungkin menaikkan perkiraan inflasi PCE inti 2024 menjadi 2,5% dan menunjukkan median 2 kali lipat."

The Fed juga diperkirakan akan memulai diskusi formal untuk memperlambat laju penjualan obligasinya pada minggu ini, mungkin mengurangi separuhnya menjadi US$30 miliar per bulan. (Fasya Kalak Muhammad)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Redaksi
Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper