Bisnis.com, JAKARTA – PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA) telah menyerap dana initial public offering (IPO) sebesar Rp11,98 triliun hingga akhir Desember 2023. Di tengah kondisi tersebut, saham BUKA dinilai analis masih layak untuk dicermati.
BUKA resmi tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 6 Agustus 2021 dan menjadi perusahaan tercatat dengan nilai IPO terbesar hingga saat ini dengan hasil bersih Rp21,3 triliun.
Menyitir laporan realisasi penggunaan dana hasil penawaran umum saham perdana, perseroan telah menggunakan dana sebanyak Rp11,98 triliun dari total dana IPO. Dengan demikian, sisa dana hasil penawaran umum mencapai Rp9,33 triliun.
Terlepas dari laporan tersebut, Tim Riset Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer menyatakan bahwa BUKA menjadi salah satu saham emiten teknologi yang patut dicermati kinerja keuangannya sepanjang tahun ini.
Menurutnya, hal tersebut seiring dengan segmen specialty verticals dan segmen online to offline melalui program Mitra Bukalapak di luar tier 1. Dia pun menilai faktor ini akan menjadi senjata utama BUKA untuk memperbaiki kinerja keuangan pada 2024.
“Kami memproyeksikan BUKA bisa mencetak adjusted ebitda positif lebih dulu dibandingkan pesaing lainnya pada akhir 2023 lewat strategi bisnis tersebut. Kami merekomendasikan trading buy untuk BUKA dengan target harga di Rp220,” ujarnya kepada Bisnis baru-baru ini.
Baca Juga
Di sisi lain, Miftahul Khaer menyampaikan bahwa sektor teknologi yang memiliki segmentasi ritel, seperti e-commerce akan memiliki prospek cerah lantaran tersengat momentum pemilu yang berlangsung pada Februari mendatang.
“Pemilu semester I/2024 kami proyeksi akan meningkatkan daya beli masyarakat juga didorong oleh tingkat peredaran uang di market yang cukup tinggi jelang pesta demokrasi,” tuturnya.
Tak cuma itu, Miftahul menuturkan bahwa sektor teknologi juga akan mendapatkan dampak positif dari potensi besar penurunan suku bunga pada 2024, baik itu suku bunga dalam negeri yakni BI rate ataupun suku bunga Amerika Serikat (AS).
“Tren suku bunga ini selain menghambat laju ekspansi dari bisnis teknologi, juga membuat sisi liabilitas juga makin membengkak. Maka dengan adanya potensi besar penurunan suku bunga di tahun 2024 akan mendongkrak performa keuangan sektor teknologi,” tuturnya.
Di sisi lain, dia menambahkan sebagian besar perusahaan teknologi di Indonesia masih mencatatkan pendapatan negatif, yang menjadi risiko investasi utama di sektor ini. Pada saat bersamaan, tingginya suku bunga turut menjadi katalis negatif lainnya.
_____________________
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.