Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Komoditas Hari Ini (22/11): Batu Bara dan CPO Kembali Menguat, Emas Tersulut The Fed

Harga batu bara dan CPO menguat. Harga emas juga menghijau usai rilis risalah The Fed
Aktivitas tambang batu bara di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan. - Bisnis/Husnul Iga Puspita
Aktivitas tambang batu bara di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan. - Bisnis/Husnul Iga Puspita

Bisnis.com, JAKARTA - Harga komoditas batu bara telah menguat di tengah upaya dunia untuk memenuhi target iklimnya. CPO juga menguat di tengah kabar produksi Malaysia dan ekspor Indonesia yang mengalami pelemahan. Adapun harga emas tersulut rilis risalah pertemuan The Fed.

Berdasarkan data Bloomberg, harga batu bara ICE Newcastle kontrak Desember 2023 menguat 1,45% atau 1,80 poin ke level US$125,80 per metrik ton. Kemudian, batu bara ICE Newcastle kontrak Januari 2024 juga menguat 0,95% atau 1,20 poin ke level US$127,55 per metrik ton.

Mengutip Reuters, Rabu (22/11/2023) lobi VDKi menuturkan bahwa para importir batu bara keras Jerman ingin pemerintah memperpanjang pengoperasian pembangkit listrik batubara keras, melewati batas waktu Maret 2024. 

VDKi juga menuturkan bahwa konflik  di Ukraina dan Timur Tengah membuat konsumen Eropa dan Jerman rentan terhadap guncangan pasokan energi. Hal ini membuat gas alam cair (LNG), alternatif pembakaran batubara untuk listrik, menjadi komoditas yang tidak stabil

Kemudian, Prancis, yang didukung oleh Amerika Serikat (AS), berencana untuk menghentikan pendanaan swasta untuk pembangkit listrik berbasis batu bara dalam konferensi iklim PBB bulan ini. Kabar ini sudah disampaikan kepada India. 

Hal ini dapat memperdalam perpecahan di KTT COP28 di Dubai mulai 30 November hingga 12 Desember 2023. Hal ini lantaran India dan China menentang upaya apa pun untuk menghentikan pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara untuk memenuhi kebutuhan energi mereka yang besar.

Sedangkan, AS, Uni Eropa, dan Kanada, bersama dengan negara-negara lain, sedang mengupayakan rencana untuk mempercepat penghentian penggunaan batu bara, yang mereka sebut sebagai “ancaman nomor satu” terhadap tujuan iklim.

Impor batu bara China dari Rusia menurun pada Oktober 2023 ke level terendah dalam delapan bulan terakhir. Hal ini dikarenakan harga yang kurang kompetitif dan permintaan pengisian stok yang lemah di utilitas China memengaruhi pembelian.

Sementara itu, harga crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit untuk kontrak Desember 2023 di bursa derivatif Malaysia menguat 21 poin menjadi 3,816 ringgit per metrik ton. Sementara, untuk kontrak Januari 2024 juga menguat 16 poin menjadi 3,923 ringgit per metrik ton.

Mengutip Reuters, manajer perdagangan di perusahaan perdagangan Kantilal Laxmichand and Co berbasis di Mumbai, Mitesh Saiya mengungkapkan bahwa produksi bulan ini di Malaysia rendah dan permintaan biodiesel yang menguat membuat pasar tetap kuat. Harga yang kuat dari minyak kedelai saingannya juga telah mendukung pasar. 

Menurut Intertek Testing Services dan AmSpec Agri Malaysia, ekspor produk minyak kelapa sawit Malaysia untuk 1-20 November 2023 diproyeksikan menurun sekitar 2% dibandingkan dengan periode yang sama sebulan yang lalu.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) kemudian menuturkan bahwa ekspor  minyak kelapa sawit Indonesia pada September turun 21% jika dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun lalu.

Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) juga menuturkan bahwa sedang mengembangkan sistem baru untuk melacak asal-usul kelapa sawit dan kredensial lingkungan, atas tanggapan terhadap permintaan pembeli untuk bukti keberlanjutan. 

Kontrak minyak kedelai paling aktif di Dalian, DBYcv1, turun 0,4%. Kontrak minyak kelapa sawit, DCPcv, turun 0,7%. Harga minyak kedelai di Bursa Berjangka Chicago (CBOT), BOcv1, turun 1%.

Berdasarkan catatan Bisnis, GAPKI juga menuturkan bahwa pada 2024, volume ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan turunannya, diperkirakan mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun ini.

CEO dan Founder Transgraph yakni Nagaraj Meda juga memproyeksikan ekspor minyak sawit gabungan Malaysia dan Indonesia menurun pada 2024. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh terkoreksinya produksi akibat fenomena El-Nino.

Analis dari Bloomberg Intelligence Alvin Tai mengatakan, turunnya ekspor minyak sawit Indonesia disebabkan oleh meningkatnya penggunaan biodiesel.

Berdasarkan data Bloomberg, Ringgit Malaysia menguat 0,32% terhadap dolar AS pada penutupan Selasa (21/11). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper