Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Pekan Depan Berisiko Melemah Ditekan Pelemahan Ekonomi China

Rupiah diprediksi akan terkonsolidasi pada pekan depan, dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu ekspektasi kebijakan suku bunga AS dan pelemahan ekonomi China.
Karyawati menunjukkan mata uang rupiah dan  dolar Amerika Serikat di tempat penukaran uang asing di Jakarta, Rabu (30/8/2023). Bisnis/Suselo Jati
Karyawati menunjukkan mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat di tempat penukaran uang asing di Jakarta, Rabu (30/8/2023). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA — Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diprediksi masih akan terkonsolidasi pada pekan depan, dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu ekspektasi kebijakan suku bunga AS dan pelemahan ekonomi China.

Pada perdagangan akhir pekan, Jumat, (1/9/2023), rupiah ditutup melemah sebesar 12 poin atau 0,08 persen ke level Rp15.242 per dolar AS. Di lain sisi, indeks dolar AS justru menguat 0,60 persen ke level 104,23.

Pengamat Pasar Keuangan, Ariston Tjendra mengatakan, pelambatan ekonomi China berpotensi menekan rupiah, sebab ekonomi Indonesia berkaitan erat dengan ekonomi China.

"Pekan depan China akan merilis data trade balance [neraca perdagangan] yang bisa menunjukkan pertumbuhan aktivitas ekonominya. Ekspor-impor yang menurun bisa diartikan aktivitas ekonomi China melambat," ujar Ariston kepada Bisnis dikutip Minggu, (3/9/2023).

Mengacu data Trading Economics, surplus perdagangan China turun menjadi US$80,6 miliar pada Juli 2023 dari US$102,7 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya, dibandingkan perkiraan pasar sebesar US$70,6 miliar. Hal itu disebabkan ekspor turun lebih dalam dibandingkan impor, di tengah lemahnya permintaan dari dalam dan luar negeri.

Ekspor China anjlok 14,5 persen year-on-year (yoy) pada Juli, menjadi penurunan ekspor paling tajam sejak Februari 2020, atau lebih rendah dari konsensus pasar yang mencatat penurunan 12,5 persen. Sementara itu impor China turun 12,4 persen, dan menjadi penurunan impor paling tajam sejak Januari 2023.

Meski demikian, Ariston mengatakan, pekan lalu data tenaga kerja AS yang dirilis masih cukup solid dan bisa memicu kenaikan inflasi, sehingga pasar masih membuka ekspektasi soal suku bunga tinggi The Fed masih dipertahankan ke depan. Ekspektasi ini memicu penguatan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya.

Sebagaimana diketahui, Bank Sentral AS Federal Reserve atau The Fed diprediksi akan menaikkan suku bunga ke level 5,75 persen pada Federal Open Market Committee (FOMC) Meeting pada September 2023.

"Pelaku pasar akan kembali mengkonfirmasi ekspektasi kenaikan suku bunga tersebut dengan data-data ekonomi AS yang akan dirilis seperti data PMI sektor jasa, data klaim tunjangan pengangguran mingguan, data pesanan pabrik dan lainnya," katanya.

Sementara itu dari dalam negeri, menurutnya data ekonomi menunjukkan ekonomi Indonesia yang masih on track, seperti PDB masih tumbuh di atas 5 persen, serta inflasi juga stabil di dalam kisaran target. Sehingga, data tersebut berpotensi bisa menjaga penguatan rupiah.

"Potensi pelemahan rupiah pekan depan ke kisaran Rp15.300-Rp15.330. Sementara potensi penguatan ke arah Rp15.200," pungkas Ariston.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Editor : Ibad Durrohman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper