Bisnis.com, JAKARTA - Calon emiten nikel afiliasi Grup Saratoga dan Garibaldi 'Boy' Thohir, PT Merdeka Battery Materials Tbk. (MBMA), fokus mengembangkan fasilitas pengolahan nikel High Pressure Acid Leach (HPAL) berkapasitas 120.000 ton. Produk nikel HPAL diharapkan mendorong pengembangan ekosistem kendaraan listrik karena digunakan sebagai bahan baku baterai.
Presiden Direktur MBMA Devin Ridwan mengatakan saat ini perusahaan fokus untuk mengembangkan semua proyek yang ada, untuk menjadi nilai tambah bagi pemegang saham MBMA ke depan.
"Sampai dengan 2025, MBMA masih menggarap dua proyek High Pressure Acid Leach (HPAL) berkapasitas120.000 ton," katanya, Kamis (30/3/2023).
Untuk fase pertama berkapasitas 60.000 ton, MBMA telah menandatangani term sheet dengan Ningbo Brunp Contemporary Amperex Co. Ltd (CATL) untuk pembangunan tahap pertama dengan total investasi US$1,28 miliar.
Adapun, pabrik HPAL kedua masih dalam tahap negosiasi dengan calon mitra dan akan segera dieksekusi setelah proses negosiasi selesai.
Penandatanganan perjanjian dengan CATL juga mengatur kepemilikan awal untuk MBM di bawah 50 persen sebelum kemudian meningkat menjadi 66 persen setelah HPAL tersebut beroperasi secara komersial.
"HPAL menjadi tujuan kami dalam proses hilirisasi ini karena memang besar kontribusi yang akan dihasilkan HPAL. Jika dilihat tahap awal aja kami menargetkan 2025 sudah akan berkontribusi sekitar 25 persen dari EBITDA kami pada 2025 setelah dibangun nanti," jelas Devin.
Ke depannya, MBMA juga masih akan terus meningkatkan kapasitas HPAL menjadi 240.000 ton, dan akan menjadi komponen penyumbang terbesar daripada dibandingkan dengan proyek hilirisasi yang lain.
Kemudian untuk proyek Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang ketiga, saat ini MBMA terus fokus pada penyelesaian konstruksi sehingga ditargetkan bisa selesai dan mulai beroperasi pada semester kedua tahun ini.
Sampai September 2022, perusahaan telah mencatatkan pendapatan usaha senilai US$289,45 juta dengan laba kotor sebesar US$31,31 juta. Adapun, laba periode berjalan sebesar US$32,47 juta.
Wakil Presiden Direktur MBMA, Jason Greive, menyatakan, saat ini sumber pendapatan perusahaan masih berasal dari operasional smelter RKEF yang menghasilkan Nickel Pig Iron (NPI) dengan kapasitas terpasang produksi agregat mencapai 38.000 Ni per tahun per 30 September 2022.
NAMA BESAR
Terdapat nama-nama besar dan tidak asing di pasar saham dibalik IPO-nya calon emiten yang akan menggunakan kode MBMA ini, sebut saja Garibaldi Thohir, Winato Kartono, Hardi Wijaya Liong, Edwin Soeryadjaya, dan Agus Superiadi.
Berdasarkan prospektus, komposisi pemegang saham setelah MBMA resmi melantai di bursa yaitu PT Merdeka Energi Nusantara yang merupakan anak usaha dari MDKA memiliki porsi kepemilikan 49,21 persen atau sebanyak 52,87 miliar.
Garibaldi Thohir atau akrab disapa Boy Thohir memiliki 11,14 persen atau sebanyak 11,96 miliar saham. Boy Thohir juga merupakan pemilik induk usaha, MDKA sebanyak 7,35 persen atau sekitar 1,77 miliar saham.
Baca Juga
Kemudian Winato Kartono memiliki 6,33 persen atau sekitar 6,79 miliar saham. Nama Winato Kartono sudah tidak asing lagi. Dia adalah orang dibalik MDKA, PT Provident Capital Indonesia, PT Jingdong Indonesia Pertama dan Provident Capital Partners Pte Ltd.
Selanjutnya Hardi Wijaya Liong memiliki 2,71 persen saham. Hardi merupakan wakil presiden direktur TBIG dan pemegang saham utama PT Provident Capital Indonesia, yang sejak awal mula adalah pemilik utama TBIG.
Kemudian muncul nama Edwin Soeryadjaya, Bos dari PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. (SRTG) dengan kepemilikan 2,13 persen atau sekitar 2,29 miliar saham. SRTG juga merupakan pemegang saham MDKA.
Lalu Agus Superiadi yang juga merupakan mantan direktur PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) dengan porsi kepemilikan 0,22 persen.
Pemilik lain pada MBMA yaitu Huayong International (Hong Kong) Limited sebesar 7,58 persen, PT Prima Langit Nusantara dengan kepemilikan sebesar 4,16 persen. Selanjutnya PT Prima Puncak Mulia sebesar 3,79 persen, Philip Suwardi Purnama sebesar 2,42 persen dan Trifena sebesar 0,07 persen.
Sementara itu, masyarakat akan mengantongi 10,24 persen atau 11 miliar saham saat IPO.
MBMA berencana melaksanakan IPO dengan menawarkan 11 miliar saham biasa dengan nominal Rp100 per saham. Harga penawaran berkisar Rp780 hingga Rp795 per saham. Alhasil MBMA berpotensi meraup dana segar sebanyak-banyaknya Rp8,74 triliun.