Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wall Street Ambruk Terguncang Lonjakan Imbal Hasil Obligasi AS

Imbal hasil obligasi AS tenor dua tahun diperdagangkan mendekati 4,5 persen saat saham-saham di Wall Street berguguran.
Karyawan berada di Bursa Efek New York (NYSE) di New York, AS, Senin (27/6/2022). Bloomberg/Michael Nagle
Karyawan berada di Bursa Efek New York (NYSE) di New York, AS, Senin (27/6/2022). Bloomberg/Michael Nagle

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat (AS) di Wall Street, New York jatuh pada akhir perdagangan Kamis (9/2/2023) waktu setempat akibat imbal hasil obligasi yang lebih tinggi dan sikap hawkish Bank Sentral Federal Reserve.

Berdasarkan data Bloomberg, Jumat (10/2/2023), indeks Dow Jones Industrial Average ditutup turun 0,73 persen atau 249,13 poin ke 33.699,88, S&P 500 tergelincir 0,88 persen atau 36,36 poin ke 4.081,50 dan Nasdaq anjlok 1,02 persen atau 120,94 poin ke 11.789,58.

Imbal hasil obligasi AS tenor dua tahun diperdagangkan mendekati 4,5 persen, dan sebelumnya sempat terangkat di atas imbal hasil tenor 10 tahun dengan margin terluas sejak awal 1980-an. Hal ini biasanya dibaca sebagai tanda kepercayaan yang menurun pada kemampuan ekonomi untuk menahan pengetatan tambahan Bank Sentral.

Para pejabat The Fed mengisyaratkan bank sentral memiliki cara untuk mengekang harga. Presiden Fed Bank of Richmond Thomas Barkin mengatakan penting untuk suku bunga terus mendaki demi mengendalikan inflasi.

Data klaim pengangguran terakhir memperkuat gagasan tentang pasar tenaga kerja yang panas dan mengarah pada kebijakan ketat, sementara tingkat hipotek rumah naik untuk pertama kalinya dalam lebih dari sebulan.

Di tengah begitu banyak ketidakpastian, beberapa analis melihat ruang untuk konsolidasi, terutama setelah lonjakan yang membuat saham mendekati level overbought. Menurut Katie Stockton dari Fairlead Strategies, potensi tantangan terbesar bagi pasar saham saat ini adalah sentimen yang terlalu bullish.

Survei terbaru dari American Association of Individual Investors menunjukkan investor ritel AS berubah bullish untuk pertama kalinya sejak April 2022, dengan penyebaran bull-bear naik menjadi 12,5 dari -4,7 seminggu sebelumnya. Persentase investor dengan pandangan bearish selama enam bulan ke depan turun menjadi 25 persen, terendah sejak November 2021.

“Yah, karena sifat manusia tidak pernah berubah, sentimen selalu mengikuti harga. Dan pola bullish sudah kembali sekarang,” tulis Peter Boockvar, penulis Boock Report.

Untuk beberapa pengamat pasar, perdagangan yang mendukung disinflasi akan segera berbalik karena kenaikan harga terbukti lebih mengakar daripada yang diantisipasi.

Tahun ini, sektor dengan durasi lebih tinggi, seperti teknologi dan kebijakan konsumen telah memimpin kenaikan saham, sementara sektor dengan durasi rendah seperti energi dan utilitas berkinerja buruk. Ini adalah pembalikan tren dari akhir 2021, di mana investor mulai menghindari saham berdurasi tinggi karena inflasi mulai meningkat pesat.

Adapun performa saham dengan kapitalisasi jumbo cukup beragam pada perdagangan Kamis.

Saham Tesla Inc. memperpanjang reli sangat tinggi menjadi dua kali lipat dari posisi terendah yang disentuh pada awal Januari 2023. Induk Google, Alphabet Inc. mengalami aksi jual selama dua hari karena muncul kekhawatiran tentang kompetensi Google Bard, saingan ChatGPT yang diluncurkan pada 6 Februari 2023.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Farid Firdaus
Editor : Farid Firdaus
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper