Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah menguat terutama reli di pasar Asia lantaran optimisme atas permintaan dari China mengalahkan kekhawatiran perlambatan ekonomi.
Mengutip Bloomberg, Jumat (27/1/2023), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) naik untuk sesi tiga perdagangan di atas US$81 per barel. Trafigura Group memperkirakan banyak keuntungan untuk pasar minyak karena permintaan yang terpendam akhirnya tumbuh, terutama konsumsi China pulih setelah negara tersebut menghapus kebijakan zero Covid yang ketat.
Pertumbuhan ekonomi AS mengalahkan ekspektasi pada kuartal terakhir tahun 2022, tetapi masih ada risiko resesi yang cukup besar tahun ini.
Sementara itu, Bank Sentral AS Federal Reserve berpeluang menaikkan suku bunga minggu depan, meskipun ada spekulasi bahwa bank sentral mungkin kurang agresif dalam pengetatan kebijakan moneternya.
“Tema untuk minyak tahun ini adalah China ditambah ketatnya pasokan dari Rusia, dengan latar belakang resesi. Kami memperkriakan harga Brent rata-rata US$85 per barel pada kuartal pertama tahun ini” kata Sean Lim, analis di RHB Investment Bank Bhd di Kuala Lumpur.
Pasar China ditutup minggu ini untuk liburan Tahun Baru Imlek dan akan dibuka kembali pada Senin. Minyak mentah berjangka sedikit berubah sepanjang minggu ini.
Baca Juga
Adapun pasar minyak telah pulih dari kemerosotan tajam pada awal tahun dan likuiditas kembali ke pasar berjangka. Perhatian beralih ke potensi dampak dari sanksi Uni Eropa terhadap pengiriman produk minyak bumi Rusia awal bulan depan. Uni Eropa sedang mempertimbangkan rencana untuk membatasi harga ekspor bahan bakar olahan premium seperti solar pada level US$100 per barel.
Kurva berjangka mulai menunjukkan tanda-tanda pengetatan di pasar minyak setelah periode pelemahan. Spread yang cepat untuk patokan global Brent menguat dalam pola mundur bullish setelah menghabiskan sebagian besar dari dua bulan terakhir dalam pola contango, yakni situasi saat harga komoditas berjangka lebih tinggi dibandingkan pasar spot.