Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Di Balik Turunnya Saham Bank Jago (ARTO), Investor Asing Akumulasi?

Kala saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) mengalami penurunan dalam 2 hari terakhir, investor asing ternyata mengakumulasi saham menjelang pengumuman hasil kinerja.
Pelanggan melakukan pembayaran melalui Aplikasi Jago di kedai kuliner Eatverse di Depok, Jawa Barat, Selasa (11/10/2022). Bisnis/Arief Hermawan P
Pelanggan melakukan pembayaran melalui Aplikasi Jago di kedai kuliner Eatverse di Depok, Jawa Barat, Selasa (11/10/2022). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA – Kala saham PT Bank Jago Tbk. (ARTO) mengalami penurunan dalam 2 hari terakhir, investor asing ternyata mengakumulasi saham menjelang pengumuman hasil kinerja keuangan kuartal III/2022.

Pada perdagangan awal pekan ini, saham ARTO kembali turun 6,87 persen atau menyentuh auto reject bawah (ARB) dan ditutup pada level Rp4.680. Saham ARTO telah mengalami ARB selama 3 hari berturut-turut dan berada di zona merah selama 7 hari perdagangan terakhir.

Meski demikian, dalam 2 hari terakhir investor asing terlihat mulai mengakumulasi saham emiten Bank Digital ini. Pada Senin kemarin investor asing mencatatkan beli bersih atau net foreign buy 5,5 juta saham ARTO dengan nilai Rp26,3 miliar. Tercatat broker yang banyak memborong saham Jago adalah UBS Sekuritas Indonesia, Mandiri Sekuritas, Ciptadana, dan JP Morgan Sekuritas Indonesia.

Hal ini melanjutkan akumulasi investor asing pada Jumat pekan lalu, dengan net foreign buy sebanyak 492.000 saham senilai Rp4,9 miliar. Jika periode perdagangan ditarik dalam sepekan, saham ARTO masih mencatatkan net foreign buy dengan jumlah 3,9 juta senilai Rp15,17 miliar.

Analis MNC Sekuritas Tirta Widi Gilang Citradi mengatakan emiten sektor teknologi termasuk bank digital sedang mengalami tekanan jual dari para investor, akibat inflasi dan kenaikan suku bunga. Hal ini ditambah lagi dengan ancaman resesi di Amerika Serikat dan perang Russia-Ukraina yang belum selesai hingga saat ini.

"Jadi penurunan saham bank digital itu juga dialami di negara lain. Misalkan KakaoBank di Korea dan Nu Bank asal Brazil yang melantai di Wallstreet," ujarnya, Selasa (18/10/2022).

Sebagai informasi, saham bank digital lain seperti Kakao Bank pun terkoreksi 71,91 persen dalam setahun terakhir dan 33,6 persendalam sebulan terakhir. Sementara itu saham Nu Holdings ltd, pengendali dari NU Bank terkoreksi 55,96 persen sejak awal tahun dan 17,54 persen dalam sebulan terakhir.

Penurunan juga terjadi pada saham startup Sea Limited, yang juga pengendali dari Seabank Indonesia dan Shoppe. Saham Sea Limited terkoreksi 75,73 persen sejak awal tahun dan 9,29 persen dalam sebulan terakhir.

Menurutnya dengan kondisi saat ini investor akan lebih selektif dalam memilih saham bank digital yang semuanya tergolong growth company. Mereka akan melihat pada business model, kekuatan modal, dan kemampuan pertumbuhan baik dari sisi nasabah aktif, transaksi, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan penyaluran kredit.

"Bagi saya Bank Jago itu paling menarik karena memiliki ekosistem yang kuat dan modal yang kuat untuk menopang pertumbuhan. Bila dapat dioptimalkan maka prospek bank ini sebagai growth company sangat besar," ujarnya.

Pasalnya, Bank Jago memiliki ekosistem utama Grup GoTo, yang memiliki berbagai lini bisnis, terutama Gojek, GoTo Financial, dan Tokopedia. Emiten ini juga rutin memperluas ekosistemnya, seperti BFI Finance, Home Credit, Kredit Pintar hingga Carsome yang merupakan marketplace jual beli mobil bekas.

Menurut Tirta, investor saat ini menantikan kinerja kuartal III-2022 yang akan diumumkan pada Jumat pekan ini. Bila hasilnya positif, maka dia meyakini akan ada aksi beli oleh investor terhadap saham Bank Jago.

Berdasarkan laporan bulanan Agustus 2022, Bank Jago mencatatkan laba bersih selama 8 bulan sebesar Rp36,48 miliar, berbanding terbalik dengan rugi bersih yang tercatat di periode yang sama tahun sebelumnya.

Bank ini mampu meraih pendapatan bunga Rp947,81 miliar hanya dalam 8 bulan, meningkat 238 persen secara year on year. Pendapatan bunga ini didukung oleh peningkatan kredit sebesar 133 persen menjadi Rp7,44 triliun.

Sementara itu, beban bunga tercatat hanya Rp88,77 miliar, naik 172 persen dibandingkan setahun lalu. Maka itu pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) tercatat menembus 859,04 miliar, naik hampir 250 persen dibandingkan setahun lalu.

Rendahnya biaya dana karena Bank Jago mampu meningkatkan dana murah pada produk tabungan dan giro (current account saving account). Keduanya memiliki portofolio Rp5,1 triliun dan mendominasi sekitar 69% dari dana pihak ketiga (DPK). Total DPK tercatat Rp7,33 triliun, meningkat 288% dibandingkan setahun lalu.

Direktur Esekutif Segara Institute Piter Abdullah menyoroti permodalan Bank Jago sebagai daya tarik dibandingkan bank sejenis. Bank ini memiliki ekuitas lebih dari Rp8 triliun yang cukup mendukung ekspansi kredit hingga beberapa tahun ke depan. Sebanyak Rp6 triliun dari ekses likuiditas itu ditempatkan di Bank Indonesia. Hal ini berbeda dengan beberapa bank digital lain yang masih berkutat untuk memenuhi modal minimum Rp3 triliun pada tahun ini.

"Bila ada goncangan di ekonomi, Bank Jago paling siap menghadapinya. Selain memiliki permodalan yang sangat kuat, bank ini juga tidak memiliki aset restrukturisasi eks Covid-19, berbeda dengan bank lain yang akan langsung terkena tekanan kredit bermasalah bila relaksasi restrukturisasi Covid-19 tidak diperpanjang," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Pandu Gumilar
Editor : Pandu Gumilar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper