Bisnis.com, JAKARTA – Jumlah persediaan CPO Malaysia berpotensi melonjak ke level tertingginya dalam 3 tahun terakhir seiring dengan lonjakan produksi yang melebihi pemulihan permintaan ekspor.
Berdasarkan survey yang dilakukan Bloomberg pada 10 analis, pedagang, dan pejabat perusahaan perkebunan pada Rabu (5/10/2022), jumlah persediaan CPO Malaysia pada bulan September diprediksi naik 8 persen dari bulan sebelumnya menjadi sebanyak 2,26 juta ton.
Jika terealisasi, jumlah tersebut akan melanjutkan tren kenaikan persediaan CPO Malaysia selama 4 bulan beruntun dan mencatatkan level tertingginya sejak Oktober 2019.
Adapun, jumlah persediaan yang membengkak dan meningkatnya produksi membayangi prospek ekspor CPO dari negara tersebut. Selain itu, potensi resesi global juga dikhawatirkan akan memangkas permintaan terhadap minyak nabati konsumsi.
Di sisi lain, pelemahan nilai tukar ringgit Malaysia menjadikan CPO sebagai salah satu minyak konsumsi yang menarik untuk importir yang sensitif terhadap perubahan harga.
Data survey tersebut menyebutkan, produksi CPO Malaysia naik 2,3 persen ke level tertingginya dalam 2 tahun, yakni 1,77 juta ton. Jumlah tersebut terbilang menurun dibandingkan dengan lonjakan 10 persen pada Agustus lalu.
Baca Juga
Sementara itu, ekspor CPO Malaysia tercatat melesat 7,7 persen menjadi 1,40 juta ton, atau terbesar sejak Desember tahun lalu.
Sathia Varqa, Pemilik Palm Oil Analytics mengatakan pergerakan harga CPO masih akan fluktuatif ke depannya.
“Kenaikan pasokan dan faktor–faktor makro akan memberatkan sentimen yang menguntungkan untuk eksportir CPO seperti pelemahan ringgit, harga CPO yang lebih rendah dibandingkan minyak substitusinya, dan penurunan tarif pengiriman,” jelasnya dikutip dari Bloomberg.
Varqa memprediksi harga CPO akan bergerak pada rentang 3.300–3.700 ringgit per ton untuk bulan Oktober 2022. Sementara itu, data dari laman Bursa Malaysia mencatat, harga CPO dengan kontrak teraktif berada di level 3.696 ringgit per ton atau naik 82 poin pada hari ini.