Bisnis.com, JAKARTA – Harga emas melanjutkan penguatannya pada Jumat (2/9/2022) menyusul data tenaga kerja AS yang berada di atas ekspektasi analis.
Berdasarkan data Bloomberg, harga emas berjangka kontrak Desember 2022 di Comex terpantau menguat 0,81 persen atau 13,9 poin ke level US$1.723,20 per troy ounce pad apukul 20.57 WIB.
Sementara itu, harga emas di pasar spot terpantau menguat 0,87 persen atau 14,75 poin ke US$1.712,27 per troy ounce.
Harga emas menguat setelah Departemen Tenaga Kerja AS mencatat Nonfarm payrolls atau NFP meningkat 315.000 pada Agustus menyusul revisi 526.000 di bulan Juli. Tingkat pengangguran secara tak terduga naik ke level tertinggi enam bulan di 3,7 persen, kenaikan pertama sejak Januari, karena tingkat partisipasi angkatan kerja
Angka NFP ini lebih tinggi dari proyeksi ekonom dalam survei Bloomberg yang memperkirakan kenaikan hampir 300.000, sedangkan tingkat pengangguran juga lebih tinggi dari proyeksi 3,5 persen.
Ekonom komoditas Capital Economics Edward Gardner mengatakan naiknya data NFP secara luas sejalan dengan ekspektasi dan karenanya tidak menambah banyak tekanan pada Federal Reserve AS untuk menaikkan suku bunga acuan lebih cepat dari yang diperkirakan pasar.
Baca Juga
"Harga emas naik di tengah berita karena rilis data mengurangi risiko kenaikan suku bunga yang lebih cepat dari perkiraan ke depan, yang akan meningkatkan peluang memegang emas," kata Edward seperti dilansir Bloomberg, Jumat (2/9/2022).
Perhatian sekarang akan beralih ke pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada akhir September. Meskipun menguat, harga emas masih berada di jalur pelemahan mingguan dan terlah terkoreksi selama lima bulan berturut-turut di tengah ekspektasi The Fed akan mempertahankan suku bunga yang tinggi untuk beberapa waktu.
Meskipun pertumbuhan lapangan kerja cenderung moderat, kenaikan yang masih solid menunjukkan selera yang sehat untuk tenaga kerja di tengah inflasi yang tinggi, kenaikan suku bunga, dan prospek ekonomi yang tidak pasti.
Permintaan tenaga kerja, bersama dengan kenaikan gaji yang berulang, terus menopang belanja konsumen, membuat tugas Federal Reserve untuk memperlambat ekonomi untuk menjinakkan inflasi terburuk dalam beberapa dekade menjadi semakin sulit.
Namun, peningkatan partisipasi angkatan kerja yang mencapai level tertinggi sejak Maret 2020, bersama dengan perlambatan pertumbuhan upah bulanan, kemungkinan merupakan berita yang disambut baik oleh The Fed.