Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inflasi AS Melejit, Euro Anjlok di Bawah US$1, Pertama Kali Sejak 2002

Euro sempat anjlok ke level US$0,9998 pada Rabu (13/7) malam, sebelum kembali ke level US$1,0032 pada pukul 11.11 WIB hari ini, Kamis (14/7).
Seorang pria menghitung lembaran uang euro dan dolar AS./Bloomberg-Kerem Uzel
Seorang pria menghitung lembaran uang euro dan dolar AS./Bloomberg-Kerem Uzel

Bisnis.com, JAKARTA – Mata uang euro sempat merosot di bawah level US$1 untuk pertama kalinya sejak Desember 2002, terbebani oleh prospek ekonomi yang semakin suram dan kemungkinan penghentian total pasokan gas Rusia.

Dilansir dari Aljazeera pada Kamis (14/7/2022), euro sempat anjlok ke level US$0,9998 pada Rabu (13/7) malam setelah Departemen Tenaga Kerja AS mencatat inflasi AS melonjak 9,1 persen pada bulan Juni 2022 (year-on-year/yoy).

Pada perdagangan hari ini, euro terpantau menguat 0,27 persen atau 0,0027 ke level US$1,0032 pada pukul 11.11 WIB.

“Penjatahan gas, stagflasi, potensi resesi, semuanya adalah alasan bagus untuk menjadi bearish pada euro,” kata Stuart Cole, kepala ekonom makro di Equiti Capital sebelum euro melewati ambang US$1.

Menurutnya, faktor-faktor ini akan mempersulit Bank Sentral Eropa (ECB) untuk menaikkan suku bunga sehingga semakin memperlebar perbedaan suku bunga dengan AS.

Sejak euro tersedia secara bebas pada 1999, mata uang tunggal ini jarang sekali mencapai level di bawah US$1. Faktanya, terakhir kali hal ini terjadi antara 1999 dan 2002, ketika merosot ke rekor terendah US$0,82 pada Oktober 2000.

Dalam 20 tahun sejarahnya yang relatif singkat, euro adalah mata uang kedua yang paling dicari dalam cadangan devisa global. Selain itu, perputaran harian euro atau dolar AS adalah yang tertinggi di antara mata uang di pasar global yang mencapai US$6,6 triliun per hari.

Penurunan euro ini memberikan tekanan bagi ECB. Membiarkan mata uang jatuh hanya akan meningkatkan inflasi yang kini ingin ditekan ECB. Namun, mencoba menopang nilai tukar dengan kenaikan suku bunga dapat memperburuk risiko resesi.

ECB sejauh ini berupaya memperkecil masalah tersebut, dengan alasan bahwa mereka tidak memiliki target nilai tukar, bahkan jika mata uang itu penting.

Ini juga berdasarkan bobot perdagangan – terhadap mata uang mitra dagangnya – euro turun hanya 3,6 persen tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper