Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sentimen Negatif Reksa Dana pada Semester II/2022, Apa Saja?

Memasuki semester II/2022, kinerja reksa dana berbasis saham diperkirakan masih cukup banyak tantangan.
ilustrasi investasi reksa dana. Memasuki semester II/2022, kinerja reksa dana berbasis saham diperkirakan masih cukup banyak tantangan.
ilustrasi investasi reksa dana. Memasuki semester II/2022, kinerja reksa dana berbasis saham diperkirakan masih cukup banyak tantangan.

Bisnis.com, JAKARTA – Prospek kinerja reksa dana pada semester II/2022 masih dibayangi sejumlah sentimen negatif, mulai dari risiko resesi hingga potensi kenaikan suku bunga global dan Indonesia.

Direktur Batavia Prosperindo Aset Manajemen Eri Kusnadi menjelaskan, memasuki semester II/2022, kinerja reksa dana berbasis saham diperkirakan masih cukup banyak tantangan.

Ia mengatakan, pasar akan mencermati kekhawatiran akan potensi resesi yang disebabkan oleh rencana kenaikan suku bunga AS yang lebih agresif dari perkiraan.

“Sehingga pasar akan menantikan pergerakan inflasi di AS yang apakah benar akan turun dengan keagresifan the Fed dalam menaikan suku bunga,” jelasnya saat dihubungi, Senin (4/7/2022).

Selain itu, pasar juga akan menantikan reaksi Bank Indonesia (BI) dalam mempertahankan pergerakan nilai tukar rupiah ke depannya. Eri mengatakan, hingga saat ini BI merasa masih belum perlu menaikan suku bunga ditengah inflasi domestik yang sudah meningkat namun masih berada dalam perkiraan.

Seiring dengan hal tersebut, Eri memperkirakan gejolak pasar masih akan terlihat pada kuartal III/2022 mendatang hingga ada indikasi meredanya inflasi di AS.

"Untuk reksa dana pendapatan tetap juga masih menghadapi tantangan terlebih menghadapi kemungkinan kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia," jelasnya

Sementara itu, Direktur Panin Asset Management Rudiyanto menuturkan, prospek kinerja reksa dana ke depannya akan menghadapi tekanan dari pelemahan rupiah terhadap dolar AS.

Menurutnya, hal ini disebabkan oleh pandangan pasar terhadap Bank Indonesia yang dianggap “terlambat” oleh investor asing meski inflasi Indonesia memang kenyataannya lebih baik.

“Akibatnya, saat ini asing terlihat mulai banyak net sell di saham setelah banyak net buy sebelumnya,” jelasnya.

Rudiyanto mengatakan, kenaikan suku bunga acuan BI pada bulan Juli dan arahannya akan menjadi pertimbangan penting akan sentimen asing terhadap kurs Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper