Bisnis.com, JAKARTA - Mengenal istilah dalam investasi merupakan salah satu skill utama yang perlu dimiliki investor sebelum terjun ke dunia investasi seperti saham dan mata uang kripto.
Bagi investor yang baru saja masuk ke dunia investasi dan trading, mungkin merasa asing dengan berbagai istilah-istilah seperti market order, limit order, dan stop order.
Dilansir dari Pintu Academy, Selasa (26/4/2022), market order adalah arahan dari investor kepada broker untuk menjual atau membeli saham, obligasi atau aset lainnya dengan harga terbaik yang ada di pasar pada saat itu. Market order merupakan jenis transaksi yang paling umum dilakukan pada pasar saham.
Market order adalah taktik yang aman bagi saham dengan kapitalisasi besar namun kurang dapat diandalkan saat memperdagangkan investasi yang kurang likuid karena nilai spread yang relatif lebar.
Sedangkan untuk definisi limit order adalah arahan untuk menjual atau membeli aset pada harga tertentu atau dengan harga yang lebih baik.
Pembelian limit order akan dilakukan hanya ketika harga aset telah mencapai harga limit atau lebih rendahnya, sedangkan penjualan limit order dilakukan ketika harga telah mencapai harga limit atau lebih tingginya.
Baca Juga
Limit order bisa digunakan bersamaan dengan stop order untuk mencegah kerugian yang besar.
Contoh dari limit order adalah sebagai berikut.
Seorang investor yang ingin membeli saham perusahaan A, menetapkan limit order di angka Rp15 juta, maka saham tersebut hanya akan terbeli pada harga lebih rendah atau sama dengan Rp15 juta.
Kemudian, jika investor ingin menjualnya dengan limit order Rp15 juta, maka saham tersebut hanya bisa terjual pada angka lebih tinggi atau sama dengan Rp15 juta.
Terakhir stop order adalah arahan untuk membeli atau menjual aset ketika harga dari aset tersebut bergerak melewati titik tertentu. Stop order biasanya digunakan untuk membatasi kerugian investor dengan menerapkan strategi stop loss.
Contohnya, seorang investor membeli saham dengan harga Rp15 juta dan menetapkan stop order di angka Rp14 juta, sehingga meskipun investor mengalami kerugian, nilainya tidak akan lebih besar dari Rp1 juta.
Meskipun di satu sisi taktik ini bisa meminimalisir kerugian, namun juga bisa membuat investor tutup posisi terlalu cepat dan kehilangan kesempatan besar seandainya harga aset tiba-tiba naik menjadi Rp17 juta keesokan harinya.