Bisnis.com, JAKARTA – Skema pajak royalti batu bara terbaru dinilai bakal mempengaruhi kinerja PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) secara signifikan.
Analis Mirae Asset Sekuritas Juan Harahap memaparkan, harga batu bara dunia yang sedang meningkat akhir-akhir ini turut menjadi sentimen bagi emiten batu bara, khususnya dengan pemberlakuan skema pajak royalti baru.
“Melihat situasi harga batu bara yang tergolong tinggi saat ini, berkisar antara US$200 hingga US$400 per ton dalam 2 bulan terakhir, akan menjadi skema baru yang positif bagi ADRO,” jelas Juan dalam risetnya, dikutip Sabtu (23/4/2022).
Juan memperkirakan laba bersih ADRO akan meningkat sebesar 1 persen hingga 13 persen di bawah harga acuan batu bara atau HBA Indonesia, dengan asumsi harga US$150 hingga US$300 per ton.
Dia melanjutkan, skema baru ini juga bisa berdampak negatif terhadap pendapatan ADRO jika HBA ada di kisaran harga US$81 hingga US$120 per ton.
Selain itu, dengan asumsi harga batubara sebesar US$61 hingga US$71 per ton, ADRO juga bisa kecipratan sentimen positif karena tarif pajak efektif yang lebih rendah mengkompensasi tarif royalti yang lebih tinggi.
Baca Juga
Emiten batu bara ADRO diperkirakan paling terpengaruh dengan aturan yang berlaku karena kontrak PKP2B-nya akan berakhir pada Oktober 2022.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2022 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), ada skema pajak progresif baru untuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), yang merupakan perpanjangan dari Kontrak Karya (PKB) Batubara generasi pertama.
Dengan skema baru, tarif pajak royalti batu bara direvisi naik dari 13,5 persen saat ini menjadi kisaran 14 persen hingga 28 persen. Adapun tarif pajak efektif yang turun dari 45 persen menjadi 22 persen juga turut mempengaruhi referensi HBA.
Pemerintah akan memberlakukan skema bagi hasil 10 persen yang akan dipotong dari laba bersih penambang batu bara.