Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SBN RItel Diprediksi Tetap Laris Sepanjang 2022, Ini Sebabnya

Salah satu sentimen utama yang akan mempengaruhi minat dan serapan SBN ritel pada tahun ini adalah outlook pertumbuhan ekonomi.
Nasabah melakukan pembelian Savings Bond Ritel seri SBR010 menggunakan OCTO Mobile dari CIMB Niaga. /Istimewa
Nasabah melakukan pembelian Savings Bond Ritel seri SBR010 menggunakan OCTO Mobile dari CIMB Niaga. /Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Potensi kenaikan suku bunga acuan dinilai tidak berdampak signifikan terhadap minat investor pada Surat Berharga Negara (SBN) ritel tahun ini.

Senior Economist Samuel Sekuritas Fikri C. Permana meyakini, prospek minat investor terhadap instrumen SBN ritel masih bagus meski dibayangi potensi kenaikan suku bunga acuan.

Menurutnya, salah satu sentimen utama yang akan mempengaruhi minat dan serapan SBN ritel pada tahun ini adalah outlook pertumbuhan ekonomi. Ia menjelaskan, dengan pemulihan ekonomi yang lebih baik, maka daya beli masyarakat juga akan ikut membaik.

“Dengan pendapatan per kapita Indonesia yang naik 8 persen sepanjang 2021 lalu dan prospek pemulihan ekonomi pada tahun ini, masyarakat akan semakin mencari SBN ritel sebagai salah satu sarana investasi,” jelasnya saat dihubungi pada Senin (14/2/2022).

Sentimen lain yang membuat SBN ritel akan tetap dilirik investor adalah potensi return yang didapatkan. Menurutnya, bila dibandingkan dengan deposito, SBN ritel masih lebih unggul baik dari sisi return maupun imbal hasil (yield).

Daya tarik SBN ritel juga ditambah dengan pajaknya yang rendah. Pada tahun lalu, pemerintah telah menurunkan pajak penghasilan (PPh) bunga obligasi dari 15 persen menjadi 10 persen. Dengan penurunan pajak tersebut, maka potensi return yang akan didapatkan oleh investor ritel akan cenderung lebih besar dibandingkan dengan instrumen sejenis.

Meski demikian, potensi kenaikan suku bunga ini menimbulkan risiko baru dari pemerintah. Naiknya suku bunga acuan akan berdampak pada meningkatnya biaya penerbitan atau cost of fund obligasi pemerintah.

Hal tersebut berpotensi meningkatkan risiko utang Indonesia. Oleh karena itu, Fikri mengatakan pemerintah perlu mencari strategi yang tepat dalam menyeimbangkan penerbitan SBN ritel dan obligasi global yang belakangan menjadi sumber pembiayaan negara.

“Penerbitan obligasi-obligasi pemerintah harus variatif dan juga terdiversifikasi, karena untuk global bond tekanannya tidak hanya berasal dari yield, tetapi juga dari nilai tukar,” pungkasnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan, target penerbitan ini tidak jauh dari nilai penerbitan SBN Ritel pada 2021 sebesar Rp97,2 triliun. Target pada tahun depan tersebut juga masih fleksibel dengan melihat kondisi pasar, minat masyarakat dan kebutuhan kas.

“Untuk tahun depan kami targetkan kurang lebih Rp100 triliun, tetapi akan tetap fleksibel sesuai market,” jelasnya.

Jenis instrumen SBN ritel yang akan diterbitkan masih sama dengan 2021. Instrumen-instrumen tersebut terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) dengan jenis Obligasi Ritel (ORI) yang dapat diperdagangkan (tradeable) dan Savings Bond Ritel (SBR) yang tidak dapat diperdagangkan (non tradeable)

Sementara itu untuk Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) ritel, pemerintah akan menerbitkan Sukuk ritel yang tradable, sukuk tabungan yang bersifat non-tradable serta Sukuk Wakaf-Linked.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper