Bisnis.com, JAKARTA - Analis masih belum merekomendasikan saham emiten barang konsumen pada awal tahun ini. Pasalnya, kinerja emiten barang konsumen masih dibayang-bayangi oleh harga bahan baku yang tinggi.
Analis BRI Danareksa Sekuritas Natalia Sutanto menjelaskan perusahaan barang konsumen cenderung menaikkan harga jual rata-rata (average selling point/ASP) di tengah-tengah kenaikan harga bahan baku untuk menjaga marjin laba bersih.
Misalnya PT Mayora Indah Tbk. yang telah mengerek ASP sebesar 5 persen - 8 persen untuk berbagai produk SKU (stock keeping unit). Adapun, dampak dari kenaikan ASP itu baru akan terlihat pada kuartal I/2022 dengan marjin laba diperkirakan tertekan pada kuartal IV/2021.
Sementara itu, penjualan emiten dengan kode saham MYOR tersebut terpantau naik 14 persen di sepanjang 2021 ditopang oleh penjualan domestik dan ekspor menyusul pembukaan kembali perekonomian.
“Kontribusi pasar ekspor sebesar 40 persen - 45 persen telah membantu perseroan untuk mengamankan bahan baku dari pasar internasional. Perseroan menyatakan bahwa harga bahan baku utama (kecuali CPO dan susu) agak menurun dalam beberapa bulan terakhir,” tulis Natalia dalam riset terbaru, dikutip Selasa (25/1/2022).
Natalia pun memperkirakan kinerja MYOR bisa kembali solid pada Maret-April 2022 atau bertepatan dengan momentum Lebaran 2022. Pada tahun ini, MYOR membidik pertumbuhan pendapatan sebesar 10 persen dengan fokus menjaga marjin.
Baca Juga
Namun, perkembangan pandemi serta isu mengenai ketersediaan pengiriman barang masih menjadi perhatian perseroan yang dapat menghambat laju pertumbuhan tahun ini.
BRI Danareksa Sekuritas memperkirakan MYOR dapat membukukan pertumbuhan pendapatan sebesar 13,9 persen tahun ini dengan pertumbuhan laba yang lebih rendah sebesar 7 persen.
Dengan demikian, saham MYOR masih diberi rekomendasi jual dengan target harga Rp2.000. Adapun, pergerakan harga saham MYOR juga akan dipengaruhi oleh rilis laporan keuangan tahunan dalam waktu dekat.