Bisnis.com, JAKARTA – Komisaris Utama PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) atau PGN Arcandra Tahar memperkirakan harga minyak masih akan tinggi sepanjang 2022, di kisaran US$65 – US$80 per barel melihat kebutuhan energi diprediksi meningkat tahun ini.
“Tahun ini kebutuhan minyak diperkirakan kembali seperti sebelum pandemi. Saat pandemi demand turun 10 persen ke 90 juta barel per hari. Tahun ini bisa kembali ke 100 juta barel per hari,” ungkapnya dalam Energy and Economic Outlook 2022, Rabu (12/1/2022).
Menurutnya, harga minyak mentah tahun ini akan dipengaruhi beberapa hal, pertama terkait bagaimana dunia mengendalikan pandemi, termasuk varian baru.
“Kalau bisa dikendalikan dengan baik harganya bisa di kisaran US$65-US$80 per barel, ini kuncinya. Kedua, faktor bagaimana OPEC+ bisa mengendalikan supply-nya. Produksi harus ditahan pada level yang sama agar harga tidak berubah terlalu banyak,” jelasnya.
Ketiga, bagaimana strategi dari perusahaan minyak. Di masa pandemi, cash flow perusahaan minyak umumnya sangat ketat. Sewaktu harga naik, dana yang dimiliki perusahaan umumnya digunakan untuk bayar utang dan dividen.
“Kalau itu yang terjadi, kegiatan investasi akan bisa naik atau turun tergantung cash yang mereka punya,” tambahnya.
Baca Juga
Selain itu, pelaku pasar juga perlu menilik faktor krisis energi di eropa, serta hubungan geopolitik antara Amerika Serikat dengan China, Rusia dengan Amerika Serikat, dan Australia dengan China.
Hari ini harga minyak sedang bergerak fluktuatif di atas US$80. Berdasarkan data Bloomberg, Rabu (12/1/2022), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) sedang naik 0,06 persen ke US$81,27 per barel, sedangkan harga minyak Brent turun 0,10 persen ke US$83,64 per barel.