Bisnis.com, JAKARTA – Melambungnya harga batu bara pada 2021 membuat kebutuhan alat berat di perusahaan tambang ikut naik. Tidak jarang perusahaan tambang non-batu bara, seperti produsen emas pun ikut terdampak oleh tren tersebut.
Kondisi itu diamini oleh Wakil Direktur Utama emiten emas PT Archi Indonesia Tbk. (ARCI) Rudy Suhendra.
“Alat berat ini sekarang menjadi rebutan. Beli harus ngantre. Dengan booming batu bara ini jadi harus antre,” kata Wakil Direktur Utama emiten emas PT Archi Indonesia Tbk. (ARCI) kepada Bisnis.com di Manado, Jumat (26/11/2021).
Rudy memperkirakan bahwa selama harga komoditas masih tinggi, kebutuhan alat berat masih akan tetap tinggi.
Untuk itu, sebagai langkah mitigasi, ARCI mengambil sejumlah kebijakan. Termasuk melakukan tinjauan lebih dalam sebelum memutuskan untuk membeli peralatan baru termasuk alat berat.
“Jadi kami lihat kebutuhan juga. Kalau misalnya untuk kebutuhan yang tidak banyak, ya untuk apa kami beli. Lebih baik sewa. Jangan investasi terlalu berat untuk membeli alat berat.”
Pernyataan Rudy soal sulitnya berebut alat berat seolah mempertegas pernyataan Himpunan Alat Berat Indonesia (Hinabi).
Data Hinabi memproyeksi produksi alat berat ikut naik ke kisaran 4.584 unit per akhir kuartal III/2021, seiring tingginya pula permintaan. Ketua Umum Hinabi Jamaludin memperkirakan tahun ini penjualan alat berat bisa menyentuh 6.000 unit, naik pesat dari realisasi 3.427 unit pada tahun lalu.
"Peningkatan produksi memang sangat signifikan. Sehingga target 2021 di 6.000 unit bukan isapan jempol,” kata Jamaludin kepada Bisnis akhir Oktober lalu.
Meski belakangan mulai mengalami koreksi, harga batu bara masih terbilang tinggi. Berdasarkan data penutupan perdagangan Jumat (26/11), harga batu bara kontrak November di Bursa ICE Newcastle menyentuh US$157,50 per ton.
Sebagai perbandingan, di awal tahun ini, banderol batu bara masih berada pada kisaran US$90 per ton.