Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan pengangkutan LNG, PT GTS Internasional (GTSI) bersiap melakukan penawaran umum saham perdana atau IPO di Bursa Efek Indonesia.
Dalam keterangan manajemen, GTSI berpengalaman 30 tahun memasok LNG sebagai sumber energi berkelanjutan. Anak usaha PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk. (HITS) ini pun berkembang ke sektor infrastruktur dan logistik.
Mengutip laporan keuangan HITS per Desember 2020, sejumlah 99 persen saham GTSI yang bergerak dalam usaha jasa sewa kapal dikuasai oleh HITS. Total aset GTSI per Desember 2020 mencapai US$52,44 juta, naik dari US$47,53 juta pada 2019.
"Saat ini, GTS Internasional sedang mempersiapkan diri menjadi perusahaan terbuka, untuk menjadi lebih tangguh ikut berperan membangun bangsa," papar manajemen, seperti dikutip dari pengumuman di Harian Bisnis Indonesia, Rabu (28/7/2021).
GTSI menyebutkan perusahaan merupakan pelopor pengoperasian Floating Storage Regasification Unit (FSRU), infrastruktur penyedia LNG bagi kebutuhan pembangkit listrik. GTSI berperan pada 4 dari 5 FSRU yang beroperasi di Indonesia, dan mengedepankan zero tolerance terhadap risiko operasional dan lingkungan.
Kebutuhan LNG yang diperkirakan terus meningkat seiring dengan tren transisi energi bersih siap dimanfaatkan PT GTS Internasional (GTSI) dalam meningkatkan kapasitas bisnisnya.
Baca Juga
Presiden Direktur GTSI Kemal Imam Santoso mengatakan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) memiliki prospek yang cerah karena mampu menghasilkan energi bersih, khususnya untuk pembangkit listrik. Dia pun berkomitmen untuk memastikan proses pengangkutan dan penyediaan infrastruktur LNG berjalan lancar.
“LNG ini termasuk clean energy dan eco friendly. Meskipun seakan-akan banyak berperan di belakang layar, bisnis kami sangat penting untuk mendukung pasokan LNG, misalnya untuk PLN,” katanya kepada Bisnis, Selasa (27/7/2021).
Terkait pengembangan bisnis ke depan, Anggota Komite Audit GTSI Tammy Meidharma Sumarna mengatakan bisnis LNG tetap menghadapi sejumlah tantangan.
“Tentu saja terkait dengan siapa penggunanya, berapa jumlahnya, bagaimana ketersediaan terminalnya. Dari situ baru kita bisa melakukan pemetaan kebutuhan LNG-nya berapa,” tuturnya.
Selain itu, imbuhnya, bisnis yang terkait LNG juga melibatkan modal besar. Oleh karena itu, kepastian pembiayaan menjadi sangat penting agar proyek-proyek yang membutuhkan LNG dapat berjalan lancar.
‘Pemerintah mungkin perlu turun tangan untuk mengoordinasikan bahwa proyek-proyek ini berjalan,” ujar Tammy.
Meskipun masih terdapat sejumlah tantangan, senada dengan Kemal, Tammy pun menilai masa depan bisnis LNG sangat cerah.
Menurutnya, peluang permintaan dari pembangkit listrik maupun kawasan industri sangat terbuka.
Untuk pembangkit listrik, saat ini PLN menjalankan proyek gasifikasi pembangkit listrik yang tersebar di 52 lokasi di Indonesia.
Hal tersebut menjadi peluang bagi GTSI untuk meningkatkan volume pengangkutan LNG dan penyediaan infrastrukturnya.
Dari sisi pasokan hulu, SKK Migas memproyeksikan lifting LNG dari lapangan Bontang dan Tangguh mencapai 205,5 kargo untuk sepanjang tahun ini.