Bisnis.com, JAKARTA – Fitch Solutions menyebutkan harga jagung akan bergerak lebih tinggi pada tahun ini seiring dengan menurunnya jumlah panen pada negara-negara produsen.
Dalam laporannya, Fitch Solutions memaparkan, pasar akan mengalami defisit pasokan sebesar 20 juta ton pada musim 2020/2021. Defisit tersebut kemudian akan berbalik menjadi surplus sebesar 15 juta ton pada musim 2021/2022 dan mencapai 24 juta ton pada musim 2024/2025.
Fitch Solutions menetapkan kisaran harga jagung terbaru untuk tahun 2021 pada US$5,25 per bushel. Sementara itu, harga pada tahun 2022 diproyeksikan di level US$4,75 per bushel sebelum melemah secara moderat hingga 2025 mendatang.
“Meskipun produksi akan meningkat pada 2021/2022, harga jagung akan tetap tinggi seiring dengan pulihnya permintaan industri dan impor dari China yang tetap tinggi,” demikian kutipan laporan tersebut, Kamis (22/4/2021).
Adapun, Fitch Solutions mengatakan, dalam jangka pendek, pergerakan harga jagung akan ditopang oleh sentimen cuaca yang mempengaruhi proses penanaman jagung di Amerika Selatan serta proyeksi penanaman di AS.
Dalam beberapa pekan mendatang, harga jagung diperkirakan bergerak fluktuatif. Hal tersebut seiring dengan sikap pasar yang menunggu perkembangan kondisi ternak di China menyusul kasus penyebaran flu babi Afrika.
“Pasar juga akan memantau kondisi cuaca di belahan bumi utara di mana musim penanaman jagung 2021/2022 dimulai,” demikian kutipan laporan tersebut.
Berdasarkan data Bloomberg pada Kamis (22/4/2021), harga jagung pada Chicago Board of Trade (CBOT) terpantau naik 1,77 persen ke US$6,17 per bushel. Level tersebut telah melewati puncak harga tertinggi sejak Mei 2013 lalu pada kisaran US$6,0875 per bushel.