Bisnis.com, JAKARTA – Harga nikel kembali melemah menyusul prospek penambahan pasokan dan upaya China untuk menekan inflasi komoditas
Dilansir dari Bloomberg pada Selasa (13/4/2021) harga nikel sempat terkoreksi hingga 3,1 persen ke posisi US$16.087 per ton pada London Metal Exchange (LME). Dalam lima hari perdagangan terakhir, harga komoditas ini masih terkoreksi sebesar 0,49 persen.
Sementara itu, harga nikel kontrak bulan Juni 2021 di bursa Shanghai terkoreksi 3,6 persen pada level US$18.658 per ton. Koreksi harga ini terjadi setelah nikel sempat mendekati kisaran US$20.000 per ton di akhir Februari lalu.
Salah satu penyebab penurunan harga nikel adalah rencana China untuk menekan inflasi komoditas. Perdana Menteri China, Li Keqiang menekankan pentingnya perbaikan regulasi pada pasar bahan mentah. Hal ini dilakukan guna menekan biaya yang ditanggung perusahaan ditengah reli harga komoditas.
Broker Komoditas Anna Stablum menjelaskan, komentar dari Li Keqiang memunculkan tekanan tambahan bagi harga nikel. Komentar tersebut merupakan ungkapan terkait pengendalian biaya dari pemerintah China yang kedua.
Wakil Perdana Menteri China Liu He yang mengepalai Komisi Pengembangan dan Stabilitas Finansial mengatakan hal serupa pada pekan lalu. Liu He mengingatkan pentingnya menjaga level harga setelah producer price inflation naik 4 persen, atau laju inflasi tercepat dalam hampir tiga tahun terakhir.
Baca Juga
Sementara itu, laporan dari BMO mengatakan, komentar Liu He merupakan indikasi kekhawatiran kenaikan inflasi telah menjadi perhatian pemerintah China. Hal tersebut terutama setelah kenaikan terjadi pada konsumen di sisi hilir.
Laporan tersebut menjelaskan, pemerintah China kemungkinan akan meningkatkan kemampuan swasembada logam-logam dasar. Pengembangan ini juga mncakup akuisisi nikel dari luar negeri pada harga yang lebih rendah.
“Pemerintah China kemungkinan tidak akan melepas cadangan logamnya secara signifikan. Namun, sentimen ini diprediksi tetap bergaung untuk mengirimkan sinyal ke pasar,” demikian kutipan laporan tersebut.
Sentimen lain yang menekan harga nikel adalah prospek pemulihan produksi dari MMC Norilsk Nickel PJSC atau Nornickel. Perusahaan asal Rusia tersebut melaporkan kegiatan produksi di tambang Oktyabrsky telah berjalan normal setelah sempat terhambat akibat banjir.
Manajemen Nornickel menjelaskan, jumlah output tambang Oktyabrsky akan pulih ke level normal pada bulan April 2021. Sementara itu, tambang lain yang terdampak masalah banjir, Taimyrsky, akan beroperasi penuh pada Juni mendatang.
“Kapasitas tambang d Oktyabrsky saat ini sudah mencapai 60 persen dari target,” demikian pernyataan manajemen Nornickel dikutip dari Bloomberg.
Pada tahun lalu, Nornickel juga menghadapi masalah pada tambangnya. Nornickel yang merupakan penghasil palladium dan nikel terbesar di dunia harus membayar kompensasi US$2 miliar akibat tumpahan diesel pada salah satu tangki bahan bakarnya di wilayah Arktik.
Bulan lalu, tiga orang pekerja terbunuh akibat atap dari salah satu fasilitas pemrosesan milik perusahaan runtuh saat sedang diperbaiki.