Bisnis.com, JAKARTA – Harga nikel diyakini dapat kembali menguat seiring dengan prospek tambahan stimulus dari Amerika Serikat.
Dilansir dari Bloomberg pada Selasa (13/4/2021) harga nikel sempat terkoreksi hingga 3,1 persen ke posisi US$16.087 per ton pada London Metal Exchange (LME). Dalam lima hari perdagangan terakhir, harga komoditas ini masih terkoreksi sebesar 0,49 persen.
Sementara itu, harga nikel kontrak bulan Juni 2021 di bursa Shanghai terkoreksi 3,6 persen pada level US$18.658 per ton. Koreksi harga ini terjadi setelah nikel sempat mendekati kisaran US$20.000 per ton di akhir Februari lalu.
Terkait hal tersebut, Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, melemahnya harga nikel dipicu oleh tren positif yang dinikmati dolar AS seiring dengan laju pemulihan ekonomi Negeri Paman Sam yang berada diatas ekspektasi.
Selain itu, penguatan imbal hasil US Treasury juga ikut menekan pergerakan harga komoditas, termasuk nikel. Hal ini membuat daya tarik komoditas sebagai lawan dari mata uang dolar AS menurun di mata para investor.
“Sentimen perbaikan ekonomi AS pascastimulus sebesar US$1,9 triliun dimanfaatkan oleh pelaku pasar untuk melakukan profit taking,” jelasnya saat dihubungi pada Selasa (13/4/2021).
Baca Juga
Ibrahim memaparkan, tren koreksi yang terjadi pada nikel saat ini terbilang wajar. Dia menjelaskan, level harga nikel saat ini dinilai sudah terlalu tinggi, sehingga koreksi harga akan terjadi agar pasar dapat mengambil posisi beli pada harga yang lebih rendah.
Menurut Ibrahim, harga nikel masih akan mengalami pelemahan selama beberapa pekan ke depan. Harga nikel berpotensi menyentuh level US$15.600 per ton dengan level tertinggi pada kisaran US$17.000 per ton.
Kendati tengah menurun, Ibrahim meyakini peluang penguatan harga nikel kedepannya masih terbuka. Hal ini seiring dengan rencana paket stimulus sektor infrastruktur yang tengah dibahas di AS.
Adapun, perdebatan terkait stimulus Biden ini telah berlangsung antara Partai Demokrat dan Partai Republik. Partai Republik menolak rencana kenaikan pajak korporasi yang tercantum pada stimulus tersebut.
Sementara itu, Biden bersedia memangkas jumlah stimulus yang saat ini diperkirakan bernilai US$2,25 triliun. Paket stimulus tersebut mencakup sejumlah rencana, mulai dari pembangunan infrastruktur, investasi pada energi terbarukan, hingga pajak korporasi.
“Apabila stimulus infrastruktur ini berhasil direalisasi, harga nikel berpotensi kembali menguat. Saat ini pasar nikel memang belum memiliki sentimen positif yang signifikan,” jelasnya.
Faktor pendukung prospek harga nikel lainnya adalah kenaikan permintaan baterai dan baja tahan karat yang berbahan dasar nikel. Permintaan ini seiring dengan pengembangan mobil listrik dari sejumlah negara di dunia.
Ibrahim memprediksi, harga nikel akan bergerak di kisaran US$13.000 hingga US$19.000 per ton hingga paruh pertama tahun 2021.