Bisnis.com, JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 2 persen seiring dengan ambrolnya saham-saham Indeks LQ45.
Pada pukul 14.47 WIB, IHSG melemah 1,96 persen atau 118,89 poin menjadi 5.951,31. Sepanjang sesi hari ini, indeks bergerak di rentang 5.942,71-6.088,83. Indeks sempat anjlok 2 persen.
Sementara itu, dalam waktu yang sama, Indeks LQ45 jatuh 2,52 persen atau 22,82 poin menuju 883,69. Dari 45 saham, hanya 3 yang menguat, 1 stagnan, dan 41 saham lainnya melemah.
Saham LQ45 yang mampu menguat ialah CPIN sebesar 1,81 persen menjadi Rp7.050, TBIG naik 0,95 persen menuju Rp2.130, dan JPA meningkat 0,46 persen ke level Rp2.170.
Sementara itu, saham INKP, BBTN, TKIM, PGAS, dan PTPP memenuhi jajaran top losers LQ45 dengan penurunan saham masing-masing 6,95 persen, 6,92 persen, 6,84 persen, 6,82 persen, dan 6,82 persen.
Equity Research Analyst PT Erdikha Elit Sekuritas Regina Fawziah menyampaikan ada beberapa sentimen yang mempengaruhi pergerakan IHSG baik dari domestik maupun eksternal
Baca Juga
"Sentimen tersebut cenderung menekan indeks," paparnya dalam publikasi riset, Senin (12/4/2021).
Dari dalam negeri, akhir pekan lalu telah rilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan juga Cadangan Devisa (Cadev) selama bulan Maret, dimana untuk IKK mengalami kenaikan dari sebelumnya 85,8 menjadi 93,4.
Namun demikian, angka tersebut masih di bawah 100 atau yang berarti masyarakat masih belum sepenuhnya optimistis dengan pertumbuhan ekonomi yang ada selama enam bulan ke depan.
Adapun, Cadangan Devisa Indonesia mengalami penurunan dari sebelumnya US$138,8 miliar, kini menjadi US$137,1 miliar. Penurunan tersebut terjadi karena adanya pembayaran utang pemerintah yang jatuh tempo.
Rilis data mengenai penjualan ritel Indonesia pagi tadi jam 10.00WIB mengalami pelemahan dibandingkan sebelumnya -16,4 persen pada bulan Januari menjadi -18,1 persen pada Februari 2021.
Pelemahan ini terjadi sudah 15 bulan berturut-turt sejak awal tahun 2020. Penyebab turunnya angka penjualan ritel ini juga tak lepas dari adanya dampak penyebaran virus Covid-19 yang melanda Indonesia dan hampir seluruh negara di dunia, yang membuat masyarakat cenderung menahan belanja, sehingga penjualan ritel mengalami penurunan.
Dari ekternal, China akan merilis data mengenai neraca perdagangan pekan ini, kemudian dari Amerika Serikat akan rilis data inflasi Maret 2021. Angka inflasi di AS diperkirakaan akan mengalami kenaikan dari sebelumnya.
Apabila angka inflasi naik, hal tersebut akan mendorong Yield obligasi US tenor 10 tahun. Korelasi pergerakan antara yield obligasi dengan inflasi yaitu positif atau bergerak searah.