Bisnis.com, JAKARTA - Harga timah global berhasil mencatatkan kenaikan sepanjang pekan ini didukung sentimen target volume produksi PT Timah Tbk. pada 2021 yang lebih rendah daripada realisasi tahun sebelumnya.
Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Jumat (9/4/2021) harga timah global di bursa LME parkir di level US$25.755 per ton, terkoreksi 0,16 persen.
Kendati demikian, sepanjang pekan ini harga timah global berhasil naik 2,5 persen. Sepanjang tahun berjalan 2021, harga timah juga masih menunjukan tren kenaikan yaitu naik 27,15 persen.
Market Analyst International Tin Association (ITA) James Willoughby mengatakan bahwa harga timah sesungguhnya telah diperdagangkan dengan jarak yang cenderung sempit dalam dua pekan terakhir.
“Namun, harga berhasil didukung untuk naik setelah PT Timah Tbk. dikabarkan hanya akan memproduksi timah 34.000 ton pada 2021, lebih rendah 26 persen daripada realisasi 2020,” ujar James dikutip dari keterangannya, Sabtu (10/4/2021).
Sebagai catatan, berdasarkan data Bank Dunia (World Bank), Indonesia merupakan negara produsen timah dan olahannya terbesar kedua di dunia, setelah China. Pada 2019, PT Timah Tbk. (TINS) sempat menggenggam gelar perusahaan produsen timah terbesar dunia, mengalahkan Yunnan Tin asal China.
Baca Juga
Adapun, emiten pelat merah berkode saham TINS itu menargetkan penjualan dan produksi timah cenderung konservatif pada 2021.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Timah Wibisono mengatakan bahwa perseroan menargetkan produksi bijih timah minimal 30.000 ton dan produksi logam 34.000 ton pada tahun ini.
“Sementara itu, rencana penjualan timah tahun ini sebesar 31.000 ton,” ujar Wibisono saat konferensi pers RUPST 2020, Selasa (6/4/2021).
Adapun, target yang ditetapkan pada tahun ini oleh TINS berada di posisi yang lebih rendah daripada perolehan 2020.
Pada 2020, TINS berhasil menghasilkan bijih timah sebesar 39.757 ton atau turun sebesar 51,79 persen daripada perolehan 2019 sebesar 82.460 ton.
Dari pencapaian tersebut 71,35 persen berasal dari penambangan darat, sedangkan sisanya 28,65 persen berasal dari penambangan laut.
Selain itu, produksi logam timah turun 40,18 persen menjadi sebesar 45.698 ton dari tahun sebelumnya sebesar 76.389 ton.
Sementara itu, perseroan membukukan penjualan logam timah sebesar 55.782 ton atau turun 17,61 persen dari tahun sebelumnya sebesar 67.704 ton.
Wibisono mengatakan bahwa penurunan produksi pada tahun lalu disebabkan oleh dinamika akuisisi bijih timah.
Untuk diketahui, terdapat dinamika penerbitan Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) pada akhir 2020 yang menyebabkan rencana akuisisi tambang oleh perseroan untuk mengamankan suplai bijih timah menjadi terkendala.